SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan mengawasi secara ketat masuknya sejumlah tenaga atau pekerja asing di wilayah setempat. Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, saat membuka Musda ke VIII (Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia) Gapensi Jatim di Surabaya, Selasa (19/1).
Kata Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, hal ini dilakukan untuk menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga pekerja tanah air bisa terserap dan terpakai. Ia menegaskan siap menindak tegas tenaga asing yang masuk tanpa memiliki surat (dokumen) resmi.
Baca Juga: Hadapi MEA, Puluhan Tukang Becak di Kediri Belajar Bahasa Inggris
"Kami awasi, dan jika perlu kami akan melakukan operasi ke sejumlah lokasi secara besar-besaran untuk menertibkan tenaga kerja asing ilegal ini," kata Gus Ipul.
Ia meminta agar masyarakat juga ikut mengawasi setiap orang asing yang baru masuk ke Jawa Timur dan melaporkannya apabila ada tindakan yang mencurigakan. Gus Ipul mengaku, Pemprov Jatim secara umum tidak antitenaga kerja asing yang masuk ke Jatim, namun tenaga asing tersebut harus memiliki persyaratan yang resmi sesuai aturan yang berlaku.
Ia mendukung langkah rencana Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim yang bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menindak tenaga asing yang dianggap ilegal.
Baca Juga: Seminar "Outlook Ekonomi 2016", Beber Persiapan Daerah untuk Hadapi MEA
"Kami tidak menolak adanya tenaga kerja asing di Jatim. Tapi, mereka harus memiliki kemampuan khusus dan yang paling penting, mereka memiliki dokumen resmi dan legal," kata dia.
Kepala Disnakertransduk Jawa Timur Sukardo mencatat ada sebanyak 4.000 pekerja asing di Jawa Timur, dan 60 persennya adalah warga Cina, serta 40 persennya merupakan pekerja asing yang berasal dari Myanmar dan Thailand. Untuk lokasi penyebaran pekerja asing di Jatim, antara lain di berbagai kota industri seperti Gresik, Sidoarjo dan Surabaya.
"Dari total 4.000 pekerja asing yang telah tercatat, 45 persen bekerja di bidang industri, 55 persen lainnya kebanyakan bekerja sebagai guru, perawat dan dokter," kata dia.
Baca Juga: Pasar Tradisional Sumenep belum Siap Bersaing di MEA
Sementara, Ketua Gapensi Jatim Muhammad Amin mengatakan, dengan diberlakukannya MEA, persaingan semakin ketat. "Sebelum pemberlakuan MEA anggota Gapensi mencapai 5.500 perusahaan, namun karena ketatnya persaingan kini tinggal 4.000 perusahaan. Dengan adanya MEA pasti akan membuat persaingan lebih ketat lagi," jelas Amin.
Amin mencontohkan, pengusaha kontruksi hanya bisa mengajukan keuntungan sebesar 2 hingga 3 persen. Jika di atas itu, maka dipastikan mereka akan kalah dan tidak akan mendapatkan proyek kontruksi.
Padahal dulu, lanjut amin, mereka bisa mengajukan keuntungan hingga 7 persen. Selain itu, kondisi saat ini juga diperparah dengan banyaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masuk dan ikut bertarung memperebutkan lelang proyek kecil di daerah yang nilainya di bawah Rp 50 miliar melalui anak perusahaan mereka.
Baca Juga: Hadapi MEA, Disperindag Pasuruan Latih Pelaku UKM
“Menurut saya, harusnya BUMN tidak ikut bertarung dalam pengarapan bila nilainya di bawah 50 miliar rupiah. Disebabkan untuk kategori Usaha Kecil Menengah bidang kontruksi yang ada di Jawa timur berjumlah 95 persen dari total keseluruhan. Jika yang kelas 50 miliar ke bawah diambil oleh BUMN maka dipastikan para kontraktor kecil akan mati usahanya," tegas Amin. (yan/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News