JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Satu persatu Anggota DPR RI masuk penjara lantaran terjerat kasus suap di proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Pembangunan Rakyat (PUPR). Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi V DPR RI, Budi Supriyanto, sebagai tersangka. Anggota Fraksi Partai Golkar tersebut diduga menerima suap dalam proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Sebelumnya, KPK juga menahan Damayanti merupakan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P.
"Penyidik menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan BSU (Budi Supriyanto), anggota DPR periode 2014-2019, sebagai tersangka," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (2/3).
Baca Juga: Diperiksa KPK Empat Jam Lebih, Cak Imin Bantah Aliran Uang ke Politikus PKB
Menurut Yuyuk, berdasarkan pemeriksaan saksi dan alat bukti, Budi diduga menerima hadiah atau janji dari Chief Executive Officer PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir agar PT WTU memperoleh pekerjaan di proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Budi sempat mengembalikan uang suap yang diterima sebesar 305.000 dollar Singapura. Namun, oleh Direktorat Gratifikasi KPK, pengembalian uang tersebut ditolak karena terkait dengan tindak pidana yang sedang ditangani KPK. Selanjutnya, uang tersebut disita sebagai barang bukti.
Baca Juga: Cak Imin Diperiksa KPK dalam Kasus Suap PUPR, Hanif Dhakiri yang Dampingi Ngaku Tak Ngerti
Dalam kasus ini, Abdul Khoir diduga memberi uang kepada Damayanti, dan dua stafnya, Julia Prasetyarini dan Dessy, masing-masing 33.000 dollar Singapura.
Adapun suap yang diberikan kepada Damayanti terkait proyek Jalan Trans-Seram di Maluku yang dikerjakan Kementerian PUPR.
Uang sebesar 33.000 dollar Singapura itu merupakan bagian dari commitment fee agar PT WTU mendapatkan proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dari dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku.
Baca Juga: Kasus Korupsi PUPR, KPK Panggil Wakil Ketua Dewan Syuro PKB
PT WTU mengincar sejumlah proyek jalan di provinsi itu, yang dianggarkan dari dana aspirasi DPR dan dicairkan melalui Kementerian PUPR. Berdasarkan informasi yang dihimpun, uang suap dari PT WTU tak hanya mengalir ke Damayanti, tetapi juga kepada anggota Komisi V DPR yang lain.
Menanggapi banyak anggota DPR yang jadi tersangka, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku prihatin. Fadli berharap, tidak ada lagi anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus yang menjerat anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti itu atau di kasus lain.
"Saya kira ini sudah menjadi keprihatinan yang mendalam, bahwa ada anggota DPR diduga terlibat tindak pidana korupsi semoga tak terulang lagi," kata Fadli Zon.
Baca Juga: Gamblang, Surat Justice Collaborator Musa Zainuddin Sebut Sekjen, Bendum dan Ketum PKB
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengungkapkan, KPK bisa berlaku adil alias tidak tebang pilih dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Tidak hanya mengusut di legislatif, tapi semua lembaga yudikatif, eksekutif, termasuk laporan BPK, agar jangan tebang pilih dalam mengusut kasus. Jangan satu diangkat, satu dilindungi, enggak boleh tebang pilih," tuturnya.
Diketahui, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka baru dalam kasus yang menjerat anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti dikabarkan telah ditandatangani KPK.
Baca Juga: Hari Ini KPK Periksa Kiai Abdul Ghofur, Wakil Ketua Dewan Syura PKB Terkait Kasus Suap PUPR
Dalam kasus tersebut, sebelumnya KPK sudah menetapkan empat tersangka yakni, Damayanti, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua perantara suap, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin. (mer/kcm/det/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News