Mendagri Cabut Perda Larangan Miras, Tjahjo: Itu Fitnah

Mendagri Cabut Perda Larangan Miras, Tjahjo: Itu Fitnah Tjahjo Kumolo

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, membantah isu bahwa dirinya telah memerintahkan pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan peredaran minuman beralkohol atau minuman keras (miras).

“Jabatan saya sebagai Menteri Dalam Negeri saya pertaruhkan kalau saya sampai melarang Perda Pelarangan Minuman Keras. Itu berita fitnah,” kata Tjahjo.

Baca Juga: Ketua DPRD Tuban Minta Petugas Tak Tebang Pilih Saat Razia Toko dan Karaoke Penjual Mihol Ilegal

Mendagri menegaskan, justru ia meminta semua daerah perlu memiliki peraturan daerah berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol dengan tegas mengingat peredaran minuman keras sudah membahayakan masyarakat dan generasi muda khususnya.

Perda Pelarangan Minuman Keras, lanjut Tjahjo, prinsipnya harus diberlakukan di semua daerah dengan konsisten, benar penerapan dan pencegahannya, serta penindakan oleh daerah. Apalagi, minuman keras juga dan pemicu kejahatan.

Mendagri menunjuk contoh di Papua misalnya, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur Papua untuk memberlakukan Perda Pelarangan Minuman Keras dengan konsisten.

Baca Juga: Regulasi Belum Jelas, Masih Banyak Toko Kelontong di Banyuwangi yang Jual Minol

Diakui Mendagri relatif banyak Perda Miras yang masih tumpang-tindih. Karena itu, Kemendagri meminta daerah yang bersangkutan untuk mensinkronkannya kembali.

Mendagri juga meminta kepala daerah bekoordinasi dengan aparat keamanan. Dengan begitu peraturan tersebut bisa lebih efektif. Selain itu peredaran miras bisa dikendalikan.

“Perda miras itu, juga harus memuat klausul tentang larangan pembuatan miras. Kemudian, penjualannya di daerah bisa lebih diperketat sehingga tak sembarangan beredar,” sambung Tjahjo.

Baca Juga: Peredaran Minol di Kota Malang akan Diperketat

Mendagri menyesalkan pemberitaan yang muncul atas langkah-langkah yang dilakukan itu, seolah Kemendagri mencabut .

“Ini fitnah, memutar balikkan masalah,” tegas Tjahjo seraya menekankan, bahwa penegasannya kali ini sekaligus merupakan pelurusan atas penyebaran pemberitaan yang tidak tepat itu.

Sebagaimana diketahui saat ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendapat instruksi dari Presiden untuk mengevaluasi 3000 Perda. Ada tiga dasar evaluasi Perda untuk dicabut/dibatalkan, yaitu: bertentangan dengan peraturan di atasnya, kepentingan umum, dan kesusilaan. Langkah selanjutnya setelah evaluasi, maka daerah segera menerbitkan Perda baru menyesuaikan catatan Kemendagri.

Baca Juga: PCNU Surabaya Kecewa Gubernur Tolak Perda Mihol, DPRD Upayakan Banding

Sementara Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol, Arwani Thomafi meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk tidak membatalkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan minuman keras (Miras).

Arwani mengatakan Perda pelarangan Miras dibuat demi melindungi masyarakat. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Pemda Provinsi Papua dan Pemda Manokwari serta Pemda lainnya.

"Artinya Perda tersebut merupakan kebutuhan hukum yang lahir dari aspirasi masyarakat sehingga apabila Mendagri membatalkan berarti melawan aspirasi masyarakat," tegasnya, kemarin (22/5).

Baca Juga: Raperda Mihol Ditolak Gubernur, Golkar Balik Arah

Ia meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak semena-mena dalam membatalkan atau melakukan penyelarasan Perda Miras. Mendagri, kata Arwani, hendaknya menunggu hasil pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang saat ini tengah dibahas di Pansus DPR RI.

Saat ini Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) memasuki pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja). Ada tiga pandangan yang berkembang di Pansus selama ini.

Pertama, pendapat yang mendorong RUU ini memiliki semangat untuk melakukan pelarangan minuman beralkohol tanpa pengecualian alias melarang total. Kedua, mereka yang mendorong agar RUU ini berisi larangan minuman beralkohol namun dengan pengecualian.

Baca Juga: Perda Mihol DItolak, DPRD Surabaya akan Banding ke Mendagri

Fakta bahwa ada kelompok tertentu yang masih bersahabat dengan alkohol diakomodasi dengan kata pengecualian. Misalnya ritual keagamaan dan kepentingan pariwisata secara terbatas. Kelompok yang kedua ini seperti yang ada dalam draft RUU usulan DPR.

Kemudian yang ketiga, adalah kelompok yang mendorong membolehkan minuman berakohol namun dengan pengecualian. Minol tidak perlu dilarang hanya perlu dilakukan pengendalian atau pengaturan saja. Pemikiran ini paradoks dengan kelompok yang kedua yaitu melarang dengan pengecualian, kelompok ini sebaliknya, membolehkan dengan pengecualian.

Rencananya, Menurut Arwani, seharusnya Mendagri memerhatikan beberapa hal dalam mengevaluasi Perda di beberapa daerah. Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol ini mengatakan, selain alasan pembatalan Perda adalah karena bertentangan dengan peraturan di atasnya, juga dilakukan karena bertentangan dengan kepentingan umum. Dalam Perda Miras yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, justru mengacu pada kepentingan umum yaitu, akibat buruk yang dapat ditimbulkan dari konsumsi miras seperti korban jiwa dan perilaku kriminalitas lainnya.

Baca Juga: Perda Larangan Mihol Siap Disahkan, Semua Ormas bakal Diundang

“Semestinya Mendagri memertimbangkan bahwa dasar Pemda melarang Miras sangat kuat dengan konteks sosiologis di daerah,” tegas politisi PPP tersebut. (krj/tic/rol/lan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO