"Teman Ahok" Tipu Banyak Orang, Hari Ini KPK Teken Surat Penyelidikan

"Teman Ahok" Tipu Banyak Orang, Hari Ini KPK Teken Surat Penyelidikan Mantan relawan Teman Ahok menunjukkan formulir pengumpulan KTP saat menggelar konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (22/6). foto: merdeka.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sejumlah orang yang mengaku sebagai mantan relawan membongkar borok Teman saat mengumpulkan KTP dukungan untuk calon petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Teman adalah relawan yang mengumpulkan KTP warga DKI sebagai bentuk dukungan untuk , sapaan Basuki, maju di Pilgub 2017 dari jalur independen.

Richard, salah satu mantan Teman , mengatakan data yang disampaikan soal sudah terkumpul 1 juta KTP tidaklah benar. Dia tak yakin data KTP tersebut valid.

"Teman pencitraan," katanya dalam jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, (22/6).

Dia mencontohkan culasnya proses pengumpulan KTP yang dilakukan Teman . Dia menyebut istilah pengumpulan KTP seperti berdagang. Artinya ada kemungkinan, satu nama dihitung beberapa kali.

"KTP satu orang bisa dimasukkan dari utara, bulan depan dari Timur, bulan depan masukan lagi dari barat. Ada verifikasi, dicoret, tapi banyak yang lolos. Karena verifikasi random," kata dia.

Namun Richard menjelaskan tak semua pengumpulan KTP salah. Ada juga cara pengumpulan KTP yang benar-benar dilakukan dengan sah.

"Kalau modus di bawah yang riil, taruh di warung-warung, tempat belanja lagi makan makan itu kesadarannya isi. Makanya saya bilang Teman tidak semua benar dan tidak semua salah," tambahnya.

Dia mengatakan, tindakan ini mereka lakukan bukan karena sakit hati dikeluarkan dan Teman . Namun yang jelas, katanya, apa yang disampaikan adalah informasi valid karena dirinya ikut sejak awal relawan ini dibentuk.

"Saya perekrutan paling pertama, dan diskualifikasi, saya bukan sakit hati. Meski memang tidak ada surat pemecatan. Saya tidak senang atas nama relawan, kami bukan relawan," pungkasnya.

Sementara Pengamat Politik Cineps, Guspiabri mengatakan, Teman sangat tepat disebut sebagai konsultan politik yang berganti baju. Karena konsultan tidak sulit untuk mengatur skenario politik.

"Termasuk disingkirkan kalau peranannya sudah tidak diperlukan," katanya, Rabu (22/6).

Menurut Guspiabri, terbongkarnya rahasia pengumpulan KTP oleh beberapa eks Teman semakin memperlihatkan siapa Teman sebenarnya. "Teman sudah menipu banyak orang," katanya.

Awalnya, mereka berhasil menarik simpati karena dianggap model dari civil society next generation. Kelompok sukarelawan anak muda yang sadar politik, tapi tak mau tersandera politik. Namun, ujungnya terbongkar semua yang dilakukan hanya skenario politik.

"Makin kebongkar siapa Teman sebenarnya," katanya.

Di sisi lain, Politisi PDIP, Arteria Dahlan menilai proses penggalangan dukungan yang dilakukan Teman pada akhirnya mempersulit proses verifikasi data. Sebab penggalangan 1 juta KTP untuk dilakukan di mal atau di posko-posko.

Berbeda dengan calon perseorangan lainnya yang justru mendatangi rumah-rumah pendukung dengan cara mencacah dukungan secara manual.

"Jadi konsepnya rumahnya dulu diketahui baru habis itu mana orangnya mana KTPnya. Kalau ini kan enggak, KTP nya dulu baru sekarang cari rumahnya, itu kan sulit. Jadi kebingungan sekarang," kata Arteria.

Arteria yang juga anggota Komisi II DPR ini menyebut, sebagai pihak yang merevisi Undang-undang Pilkada, para pendukung calon independen harus dibuktikan secara fisik terlebih dahulu sebelum KTP sebagai identitas resmi pendukung. Sebab cara-cara yang digunakan oleh Teman menyulitkan saat verifikasi faktual dan rentan pemalsuan.

"Misalnya saya pakai alamat rumah orangtua tapi saya sudah tinggal di tempat berbeda, jadi kalau mau diverifikasi kan jadi sulit. Itu kalau yang benar. Kalau yang salah kan bisa saja orangnya tinggal di mana terus KTP-nya pinjem sama orang Jakarta buat dukungan ," jelasnya.

Namun demikian, dirinya berharap proses verifikasi faktual pendukung Gubernur DKI Jakarta itu tidak menjegalnya untuk maju dari jalur independen.

"Jangan sampai masalah ini jadi menghambatnya. Jadi jelas kalau Pak kepilih karena didukung masyarakat Jakarta, kalau enggak kepilih ya memang karena enggak kepilih," tuturnya. 

Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui dirinya belum sempat menandatangani surat penyelidikan atas persoalan tersebut. Dia berjanji dalam waktu dekat segera menandatangani surat penyelidikan itu.

"Mungkin besok atau lusa," ujar Agus di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (21/6) kemarin.

Sebelumnya usai menjalani pemeriksaan di KPK, Sunny Tanuwidjaja selaku staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa membantah dugaan tersebut.(det/mer/tic/rol/lan)

Sumber: detik.com/merdeka.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO