Kiai Hasyim Muzadi - Gus Mus, Sang Penjaga Aswaja

Kiai Hasyim Muzadi - Gus Mus, Sang Penjaga Aswaja Nadirsyah Hosen

Oleh: Dr Nadirsyah Hosen

Menjelang pembukaan Muktamar NU, KH Hasyim Muzadi mendengar laporan dari berbagai cabang akan kesulitan mereka melakukan proses registrasi. Bahkan sore harinya peserta dari NTT ribut dengan Banser. Bayang-bayang kericuhan Muktamar terbentang jelas. Kiai Hasyim gelisah tidak bisa tidur memikirkan pilihan apa yang harus diambil menghadapi praktek kecurangan Muktamar. Beliau sangat menyintai NU.

Baca Juga: Sambut Tahun Baru Islam, Pj Wali Kota Mojokerto Ajak Masyarakat Ngaji Bareng Gus Mus

Pagi harinya tanggal 1 Agustus saat bersiap menuju tempat diskusi dan bedah buku saya, saya mendapat kabar diminta merapat ke Tebuireng di kediaman Gus Solah --yang dulunya juga rumah Hadratus Syekh. Saya diberitahu bahwa Kiai Hasyim meminta saya terlibat untuk menenangkan muktamirin dan mengimbau semua pihak agar kembali ke aturan main. Saya terpaksa membatalkan bedah buku saya yang kemudian berujung dg kekecewaan para peserta diskusi yg sdh berdatangan dan menunggu sampai siang, para pembahas dan juga penerbit mizan. Sebuah pil pahit harus saya telan demi memenuhi permintaan Kiai Hasyim Muzadi.

Saya berunding dg sejumlah pihak untuk mengatasi bayang-bayang kericuhan muktamar. Saya berupaya menghubungi para Kiai sepuh untuk mempertemukan mereka. Di awali pertemuan dengan yang sudah saya ceritakan sebelumnya. Pada pertemuan itu saya meminta ijin kepada sang Rais Am, dengan segala keluguan saya, untuk menjalankan misi tersebut. merestui misi tsb. Bahkan beliau bersedia bertemu dengan para kiai sepuh lainnya. juga mengatakan bahwa hubungan beliau dengan Kiai Hasyim sangat baik. Orang lain saja yang ingin membenturkan mereka berdua.

Selepas pertemuan dg , malam itu juga. atas bantuan sahabat saya Kiai Cholil Nafis, saya diterima oleh Kiai Hasyim di rumahnya. Tidak saya ambil foto pertemuan itu karena Kiai Hasyim hanya memakai sarung dan kaos dalam tanpa kopiah. Tidak etis kalau saya berpose dengan beliau saat itu.

Baca Juga: Doa Nyoblos di TPS Mohon Pemimpin Penuh Kasih, Tidak Dzalim, Inilah Ijazah dari Gus Mus

Singkat cerita, Kiai Hasyim mengatakan bahwa tidak pernah beliau anggap sebagai lawan. Kiai Hasyim juga membantah bahwa ia berambisi menduduki posisi Rais Am. Bahkan berulang kali ia menegaskan bahwa ia siap tidak menjadi apa-apa dan mempersilakan para kiai lain menjadi Rais Am. Beliau hanya minta satu hal: siapapun yang jadi Rais Am akan me jaga NU tidak ditunggangi berbagai ideologi yg bertentangan dg aswaja.

Beliau juga meminta saya berkeliling menemui para kiai sepuh menjelaskan bahwa isu sebenarnya itu bukan pertarungan antara kubu pendukung sistem pemilihan ahwa (ahlul halli wal aqdi) dan penolaknya. Isu sebenarnya adalah pertarungan ideologi dimana aswaja NU mulai digerogoti berbagai paham. Kiai Hasyim menggunakan helicopter view --melihat dari atas berbagai persoalan yg tidak disadari orang lain. Beliau punya mata setajam elang.

Beliau terlihat lelah malam itu tapi sorot matanya mendadak tajam saat mengurai tantangan yang dihadapi NU ke depan dan beliau siap pasang badan untuk menjaga aswaja NU. Sikap yang sayangnya dianggap pihak lain sebagai bukti beliau seorang yg ambisius. Setelah mendengar langsung penjelasan beliau saya tidak percaya beliau seorang yang kepengen banget jadi Rais Am. Beliau bersedia bertemu para kiai sepuh untuk membahas lebih lanjut isu krusial ini.

Baca Juga: Tak Larut Dukung-Mendukung, Gus Mus Dimintai Fatwa Pilih Siapa: Istafti Qalbak, Tanya pada Nuranimu

Saya sampaikan kepada Kiai Hasyim bahwa sebelum bertemu beliau saya telah bertemu dengan . Beliau menyambut gembira. Kiai Hasyim kemudian meminta saya untuk keesokan paginya memulai bertemu dengan para kiai sepuh.

Keesokan paginya tanggal 2 Agustus perkembangan terjadi begitu cepat. Saya mendengar para kiai Jawa Timur dan Jawa Tengah bertemu. Saya juga diminta hadir dalam pertemuan para kiai sepuh dan Rais Syuriah. Melihat inisiatif pertemuan telah diambil alih oleh Rais Am, saya tahu diri dan kemudian memutuskan mengerem langkah saya sebagai penghubung para kiai.

Bertemu para Kiai tersebut saya mendapat satu kesan kuat bahwa persamaan diantara mereka lebih besar dibanding perbedaannya. Hanya saja lapis kedua dan ketiga, yang melingkari para kiai lengkap dengan segala kepentingan mereka, yang sebenarnya telah membuat para kiai seolah tidak bisa dipertemukan lagi.

Baca Juga: Gus Mus: Tugas NU Bukan untuk Menangkan Capres

Kiai Hasyim Muzadi berbeda pandangan dg panitia dan tidak mengakui hasil muktamar. Terlalu jelas kecurangan dan pemaksaan yang terjadi. Siapapun yang jernih pikirannya, bening hatinya dan tidak berada dalam salah satu kubu akan objektif menilai bahwa muktamar kali ini penuh rekayasa.

Tapi apakah itu cukup alasan untuk membuat NU tandingan? Meski didorong-dorong oleh pengikutnya, KH Hasyim Muzadi menolak menjadi Rais Am tandingan. Bagaimana mungkin beliau tega membuat NU terpecah belah justru di Tebuireng di tempat NU didirikan. Tidak mungkin itu beliau lakukan.

Ketika islah sudah gagal, beliau menolak tindakan kekerasan dan menolak membuat muktamar tandingan, beliau memilih jalur hukum dan akan menggugat keputusan muktamar di Pengadilan. Sebuah pilihan sulit namun harus kita hormati. KH Hasyim Muzadi bersedia menjaga ideologi Aswaja NU sampai ke meja pengadilan. Subhanallah!

Baca Juga: Ironi Kaum Beragama, Menikmati Puisi Gus Mus

NU adalah organisasi warisan para wali, siapa yang memanfaatkan NU semata-mata demi ambisi dan kepentingannya sendiri tidak lagi menjadi bagian dari keberkahan doa-doa para wali. Siapa yang bermain tipu muslihat, hidupnya tidak akan maslahat. Siapa yang khianat, akan mendapat laknat, dan kuwalat dunia-akhirat. Mereka yang terlibat akan menghadapi pengadilan dunia dan pengadilan akhirat sekaligus.

KH A Mustofa Bisri menolak jadi Rais Am di alun-alun Jombang dan memilih merawat anak muda NU di luar sistem. Beliau Sang Panutan. KH Hasyim Muzadi menolak jadi Rais Am di Tebuireng dan memilih menjaga Aswaja NU sampai ke meja pengadilan. Beliau Sang Penjaga Aswaja. Keduanya menorehkan jejak masing-masing yang perlu kita teladani.

Ya allah kami berlindung dengan keridhaanMu daripada kemurkaanMu. Dan kami berlindung dengan pemaafanMu daripada hukumanMu.

Baca Juga: Gus Mus: Ada Kiai Hampir Jadi Wali Tiba-Tiba Jadi Pemimpin Tim Sukses

Amin Ya Rabbal 'Alamin

Nadirsyah Hosen adalah dosen Monash University Fakulty of Law dan Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Pastor Sindir Kiai Poligami, Ini Respon Cerdas dan Jenaka KH A Hasyim Muzadi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO