SURABAYA (bangsaonline) - Para pedagang Pasar Buah Koblen Bubutan menyayangkan sikap dewan yang tidak memihak kepada rakyat kecil. Hal itu dipicu oleh inkonsistensi sikap yang ditunjukkan oleh Komisi B DPRD Surabaya. Pada hearing pertama 24 April 2014, dewan yang fokus pada bidang perekonomian berjanji akan membantu pengurusan izin.
Hingga saat ini izin PBB yang diajukan sejak 24 Januari 2011 tak kunjung usai. Begitu pula dengan izin pemugaran cagar budaya sejak tahun 2010 belum ada kejelasan. Keterangan tertulis pun juga tidak diperoleh. Namun pada hearing kemarin (5/6) Komisi B malah bersikap berbeda. Rekomendasi hasil hearing justru mempertanyakan kebolehan Pasar Buah Koblen beroperasi.
Baca Juga: Hari Perdamaian Internasional, Khofifah Ajak Semua Pihak Terus Serukan Perdamaian di Palestina
"Rekomendasi dewan ambivalen. Kami melihat dulu diputuskan membantu pengurusan perizinan. Jadi kalau sekarang hearing lagi harusnya ada pengerasan maksud," kata pedangang Pasar Buah Koblen, Oktavianus.
Keberadaan Pasar yang berdiri di bekas Rumah Tahanan Militer (RTM) itu sangat membantu warga sekitar mencari nafkah. Selain itu, pasar tradisional yang saat ini juga dijadikan tempat berjualan sayur menjadi tempat penampungan sementara (TPS) sebagian pedagang Pasar Keputran dan Pasar Tembok.
Jumlah stand yang tersedia sekitar 500. Sedangkan jumlah pedagangnya sekitar 100 orang. Satu pedagang memiliki beberapa stand. Dan satu pedagang memiliki lima sampai 10 pegawai. "Kalau izin IMB nya seperti apa, orang ini (stand) semi permanen, seperti terop. Jadi sejak 2012 tidak ada masalah. Dan sekarang masih dalam proses pengurusan perizinan," jelasnya.
Baca Juga: Refleksi Hari Literasi Internasional 9-10 September 2024: Menakar Literasi Era Digital
Oktavianus dengan tegas menyatakan hearing dewan seperti tidak membawa manfaat bagi pedagang. Meski diadakan hearing, proses perizinan tetap tidak ada kejelasan. Sebab, dewan sifatnya hanya bisa memberikan rekomendasi. Artinya, hearing atau tidak, izin pasar buah koblen yang mulai beroperasi tahun 2010 tetap tersendat di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
"Dari SKRK (surat keterangan rencana kota) memang disana (Pasar Koblen) untuk perdagangan. Jadi saya lihat masalahnya ada di pemkot sendiri," ucapnya.
Sebelumnya, para pedagang yang mayoritas berjualan buah, membuka jualannya dipinggir jalan. Namun, semenjak bekas RTM ini ditetapkan sebagai cagar budaya tipe C, maka pedagang dipersilahkan pemkot untuk berjualan di area tersebut. Dari Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) juga menunjukkan bahwa, kawasan ini merupakan kawasan perdagangan.
Baca Juga: Koalisi Gemuk di Pamekasan, Ada PAN hingga Gelora
Direktur PT Dwi Budi Wiyaja, investor Pasar Koblen, I Wayan Arcana yang juga hadir dalam hearing ini menambahkan, pada 2011 lalu, pihaknya mengajukan SKRK ke Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya. Tapi hingga sekarang belum ada penjelasan. Apakah disetujui atau tidak. SKRK ini menjadi landasan awal untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan persyaratan-persyaratan yang lain. Hingga sekarang, pedagang Pasar Koblen juga tidak dikenai pajak.
“Saya sudah minta pada pemkot perinciannya pajaknya berapa di Pasar Koblen ini, tapi mereka (pemkot) belum juga menurunkan rinciannya. Jadi, saya belum bisa bayar pajak,” terangnya.
Menanggapi keluhan pedagang dan investor ini, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Yusuf Rusli menganggap lambannya perizinan dari pemkot ini sebuah pertanda buruk iklim investasi di Surabaya.
Baca Juga: RB Fattah Jasin Kembalikan Formulir Pendaftaran Bacabup Pamekasan ke PBB
Jika situasi seperti ini berlangsung terus-menerus, bukan tidak mungkin para calon-calon investor akan hengkang dari Surabaya.
Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait. Tujuannya, agar persoalan yang dihadapi pedagang dan investor ini bisa segera terselesaikan. “Semua warga negara diberi kesempatan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi sepanjang memenuhi syarat. Nah, yang perlu diketahui sekarang, apakah rencana pembangunan stan di Pasar Koblen ini sejalan dengan program dan rencana pemerintah. Jangan sampai investor sudah mengeluarkan uang banyak, tapi ternyata tidak sesuai dengan rencana kota,” terangnya.
Kepala Bidang layanan perizinan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Sus Hermanto mengatakan akan berusaha secepat mungkin menyelesaikan birokrasi perizinan tersebut. Saat ini pihaknya sedang mencoba mempelajari proses perizinan tersebut. Salah satunya, semua perizinan kota harus didahului pembuatan SKRK dulu.“Nanti kami akan coba pelajari secara lebih mendalam perizinan di Pasar Koblen ini,” terangnya.
Baca Juga: UNESCO Tetapkan Arsip Pabrik Indarung sebagai MOWCAP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News