BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com - Mengusung semboyan "Jenggirat Tangi Lawan Tambang", Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Banyuwangi, Sabtu (22/10) kemarin menggelar aksi di depan Pemkab Banyuwangi dengan. Aksi ini digelar menyikapi adanya keresahan aktivitas perubahan status hutan lindung menjadi hutan produktif di kawasan hutan Tumpang Pitu.
Dengan dijaga Satuan Sabhara Polres Banyuwangi, para aktivis itu mengajak masyarakat untuk ikut menjaga menjaga dan melindungi bumi blambangan.
Baca Juga: Ratusan Sopir Truk Geruduk Kantor Bupati Banyuwangi, Tuntut Penertiban Muatan Material
"Kita jangan sampai dikelabui oleh kepetingan sesaat Pemerintah yang nantinya bisa berakibat fatal untuk rakyat Banyuwangi," teriak Korlap aksi, Ahmad Alfian.
Kata dia, aksi ini merupakan perwujudan pelaksanaan reforma agraria sebagai upaya prioritas Pemerintah untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur. "Maka dari itu, UUPA 1960 yang sebagai penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat 1 harus menjadi landasan hukum untuk mengelola kekayaan sumber daya alam yang tidak merugikan rakyat," terangnya.
Sekadar informasi, penolakan pertambangan yang ada di kawasan gunung tumpang pitu oleh masyarakat itu dimulai sejak tahun 2006. Warga menolak masuknya perusahaan tambang PT. Indo Multi Niaga (IMN), PT. Bumi Sukses Indo (BSI) dan beberapa perusahaan lain lantaran khawatir dengan kerusakan lingkungan.
Baca Juga: Polresta Banyuwangi Tertibkan Tiga Tambang Pasir Ilegal di Songgon
Selain itu dalam perkembangannya, ternyat ditemukan beberapa kejanggalan yang mengakibatkan perusakan lahan dampak dari eksploitasi yang target kapasitasnya produksinya mencapai 36 juta ton per tahun dengan menggunakan alih fungsi lahan seluas 1.952 hektar.
"Sehingga patut dipertanyakan perizinan pertambangannya. Pengalihan hutan lindung ini menjadi obyek vital nasional (OBVITNAS), tentu perlu memperhatikan beberapa prosedur berpayung hukum yang harus mempertimbang pula dampak dampak sosial masyarakatnya," kata Alfian.
Lanjut Alfian, saat ini faktanya banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang berseberangan dan justru merugikan rakyat yang mengakibatkan menambah konflik sosial di masyarakat.
Baca Juga: Gelar Hearing Soal Pemindahan NPWP, Dewan Hadirkan KPP Pratama Banyuwangi dan PT BSI
"Sementara, Pemerintah yang mengeluarkan izin tidak pernah sama sekali melibatkan warga sekitar secara langsung. Kita minta kepada Pemerintah Daerah agar menindak lanjuti segala aspirasi rakyat Banyuwangi tentang gejolak gejolak yang ada di pertambangan tumpang pitu," imbuhnya
"Dengan ini kami bersama masyarakat Banyuwangi menolak segala aktivitas pertambangan dan mencabut SK Menteri Lngkungan Hidup Republik Indonesia tentang fungsi pokok kawasan hutan lindung, Izin prinsip pinjam akai kawasan hutan (IPPKH), SK Bupati Banyuwangi tentang izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan operasi produksi kepada PT. BSI. Kita minta untuk di kembalikan lagi fungsi hutan menjadi hutan lindung". (bwi1/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News