SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik yang mengambil keputusan untuk melakukan penahanan terhadap mantan Sekda Kabupaten Gresik, Husnul Khuluk, dinilai sebagai tindakan berlebihan dan mengabaikan norma hukum pada pasal 21 ayat 1 tentang KUHAP. Karena itu, Hadi Mulyo Utomo, penasehat hukum Husnul Khuluq mengajukan keberatan.
Menurut Hadi, dengan penahananan tersebut, pada prinsipnya kejaksaan menyatakan bahwa seakan-akan Husnul Khuluq tidak kooperatif dalam menjalani proses hukumnya. Padahal, penahanan Husnul Khuluq jelas sama sekali tidak memenuhi 3 alasan subyektif penahanan tersebut. Atas dasar itu, pihaknya akan melaporkan tindakan jaksa itu ke Komisi Kejaksaan RI (Komjak).
Baca Juga: Ratusan Ribu Warga Ikuti Jalan Santai Hari Santri 2023, Husnul Khuluq: Gak Nyantri, Gak Mbois
“Klien kami selama ini telah sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan pemeriksaan penyidikan sebelumnya. Selain itu Husnul Khuluq juga sudah tidak lagi menduduki jabatan sebagai sekda Pemkab Gresik, sehingga sudah tidak mempunyai wewenang yang berpotensi menghilangkan alat bukti atau mengulangi tindak pidananya,” tegas Hadi, Rabu (16/11).
Soal Materi Kasus, Hadi juga membeberkan secara detail, ia memastikan bahwa tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan sesuai tudingan polisi dan jaksa yang dilakukan Husnul Khuluq.
“Husnul Khuluq sendiri, tidak menikmati uang negara yang ditudingkan polisi dan jaksa tersebut,” ujar advokat alumni Universitas Airlangga (Unair) itu.
Baca Juga: Petrogas Kembangkan CNG untuk Industri di Gresik
Hadi membeberkan, Husnul Khuluq, telah menyerahkan cek senilai Rp 1,3 miliar kepada PT Smelting, melalui Dukut Imam Widodo (tersangka lain dalam kasus ini, red). Dan penyerahan itu disertai dengan tanda terima dan adanya bukti pencairan cek. Selanjutnya, pengakuan Dukut, uang itu diserahkan kepada Syaiful Bahri selaku General Manajer PT Smelting.
“Cek itu diserahkan saat Dukut Imam Widodo menjabat sebagai perwakilan General Manager PT Smelting. Uang tersebut diserahkan karena memang hak dari PT Smelting sebagai biaya konservasi atas perjanjian sewa perairan laut antar pihak PT Smelting dengan Pemkab Gresik. Dal hal ini sudah sesuai SK Bupati Robach Ma’sum bernomor 1441 tahun 2006 serta Perda nomor 9 tahun 2002 Pemkab Gresik tentang tarif jasa kepelabuhanan,” terang pengacara anggota Peradi Surabaya tersebut.
Masih menurut Hadi, dugaan kasus ini merupakan dampak dari rancunya kepastian atas klausul kontrak penetapan harga sewa. Ada dua klausul kontrak yang berbunyi, tarif sewa sebesar Rp500 per meter dan Rp300 per meter yang harus diserahkan ke Kasda Gresik.
Baca Juga: Gelar Silaturahmi dan Koordinasi dengan LAZ, Baznas Jatim Sebut Lahan Zakat di Jatim Rp1,2 Triliun
“Bahkan melalui Surat Keputusan (SK) nya, Robach Ma’sum, Bupati yang menjabat saat itu juga menegaskan bahwa bunyi kontrak Rp300 per meter pun memiliki dasar hukum. Namun sayangnya, pemerintah saat itu, juga tidak menegaskan soal kepastian status soal bunyi kontrak Rp500 per meter,” tambah Hadi.
Kerancuan dua ketentuan soal harga sewa ini pun sempat dijadikan bahan polemik dalam proses penyidikan kasus ini ketika masih berjalan di Polda Jatim. Sehingga akhirnya penyidik menggunakan bunyi kontrak yang Rp500 per meter untuk menjerat Husnul Khuluq sebagai tersangka.
“Langkah konkret soal pembuktian materi perkara, bakal kita buktikan di pengadilan saja. Saya yakin klien saya tidak bersalah,” beber alumni PMII itu.
Baca Juga: Gubernur Bersama Baznas Jatim Serahkan Bantuan dan Pinjaman Modal Pelaku Usaha Mikro Kota Pasuruan
Untuk diketahui, Husnul Khuluq bersama dua mantan pejabat PT Smelting, Syaiful Bachri dan Dukut Imam Widodo ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jatim atas dugaan kasus korupsi retribusi sewa perairan laut Kabupaten Gresik. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News