BLITAR, BANGSAONLINE.com - Menuntut pemerintah menurunkan harga kebutuhan pokok, serta membatalkan pencabutan subsidi listrik dan subsidi BBM, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar aksi demo di depan kantor DPRD Kabupaten Blitar, Kamis (12/1) siang.
Sambil membawa spanduk yang bertuliskan kekecewaan terhadap pemerintah dan replika keranda mayat, mereka berorasi sambil melakukan aksi teatrikal. Selain itu, mereka juga menggelar sholat ghaib di depan gerbang kantor DPRD Kabupaten Blitar sebagai simbol matinya hati nurani pemerintah yang tidak pro rakyat.
Baca Juga: Waspadalah! Begini Cara Cek Apakah Listrik Dicuri Tetangga Tanpa Panggil Petugas PLN
Koordinator aksi, Miftahul Ulum, mengatakan tujuan aksi ini adalah menolak kenaikan harga BBM dan tarif listrik. Juga, menuntut pencabutan PP no 60 tahun 2016 tentang PNBP dan meminta pemerintah mewujudkan ekonomi kerakyatan tanpa memihak pemodal asing.
"Kebijakan pemerintah saat ini sudah tidak pro rakyat. Mereka justru mencekik masyarakat Indonesia dengan mencabut berbagai subsidi. Belum lagi harga kebutuhan pokok yang semakin melejit, " paparnya di sela-sela aksi demo.
Baca Juga: Siap-siap! Polri Bakal Pasang Chip di STNK dan BPKB Elektronik
Massa yang ngotot ingin masuk ke gedung DPRD lantaran tak ditemui oleh anggota dewan sempat bersitegang dengan pihak kepolisian yang melakukan penjagaan. Namun setelah bernegosiasi, akhirnya tiga perwakilan massa diperbolehkan masuk ke gedung DPRD, untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Sayang, lagi-lagi di dalam gedung DPRD tak satu pun anggota dewan yang menemui mereka. Masa yang kecewa pun sempat melakukan aksi bakar ban sebelum meninggalkan gedung DPRD.
"Tentu kita sangat kecewa. Di mana hati nurani para wakil rakyat ketika mereka tak mau mendengar jeritan rakyatnya," tegasnya.
Baca Juga: Aturan Pemblokiran Data Kendaraan yang Telat Bayar Pajak 2 Tahun, Samsat Surabaya: Belum Diterapkan
Sementara sekretaris DPRD Kabupaten Blitar, Izul Mahrom mengatakan jika surat pemberitahuan unjuk rasa yang dilayangkan ke DPRD telat diberikan. Yakni sehari sebelum aksi demo. Padahal seharusnya surat pemberitahuan diberikan tiga hari sebelum aksi unjukrasa sehingga tidak ada satu anggota dewan yang menemui karena jadwal bentrok dengan agenda lain.
"Seharusnya kan surat pemberitahuan diberikan ke kita tiga hari sebelumnya. Kalau mendadak seperti ini tentu saja akan bentrok dengan kegiatan yang lain, bukan karena tidak mau menemui, " dalihnya. (tri/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News