PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Anggaran Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) yang diusulkan para wakil rakyat Kabupaten Pasuruan dalam draf APBD 2019 senilai Rp 80 miliar dianggap menyalahi aturan.
Hal tersebut diakui oleh Ketua Tim Anggaran Agus Sutiadji S.H, saat ditemui Bangsaonline.com, Kamis (7/2) di Kantor Pol PP.
Baca Juga: Dokumen KUA-PPAS 2025 Siap Dibahas Sebelum Pelantikan DPRD
Pria yang juga menjabat Sekda ini menjelaskan, pengajuan Jasmas itu menyalahi aturan karena model penganggarannya dirupakan pembangunan fisik atau infrastruktur di desa-desa.
"Memang sudah tidak diperkenankan lagi (pembangunan fisik di desa, red) karena menyalahi Permendagri. Dana puluhan miliar tersebut tidak bisa dipergunakan untuk kegiatan pembangunan di desa-desa. Contohnya, dipergunakan untuk kegiatan pembangunan jalan lingkungan," jelas Agus Sutiadji.
"Bisa dilihat, anggaran terbanyak ada di DPA (daftar pengisian anggaran) di Dinas Pemukinan dan Perumahan Rakyat, dan Dinas PU Bina Marga," tambahnya.
Baca Juga: Pro-Kontra Merek Kopi Kapiten: Advokat Sorot Dugaan Penyalahgunaan APBD dan Kinerja Pj Bupati
Terkait hal ini, Agus mengungkapkan pihak Tim Anggaran Pemkab dan Badan Anggaran Dewan akan menggelar rapat bersama. Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah berkonsultasi ke Gubernur Jatim mengenai dana Aspirin (sebutan Jasmas di kalangan dewan) ini.
"Tujuannya adalah, anggaran Rp 80 miliar itu apa bisa dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan lain? Karena kalau diusulkan di P-APBD tidak mungkin, karena waktu mepet. Ini yang akan kita konsultasikan," bebernya.
Sebelumnya, lanjut Agus mengungkapkan, pada tahun 2018 kemarin Pemkab Pasuruan sudah mendapat peringatan dari Pemprov agar model penganggaran Aspirin tidak dilakukan dalam bentuk pembangunan fisik.
Baca Juga: Pj Bupati Pasuruan Sampaikan LKPJ Tahun 2023 ke DPRD
"Tapi faktanya, larangan tersebut tidak diindahkan oleh para wakil rakyat," cetusnya.
Ia khawatir apabila kelak proyek-proyek Aspirin itu bermasalah karena menyalahi aturan, misalnya tak sesuai bestek. Andai itu terjadi, maka yang terkena imbas atau tanggung jawab adalah OPD terkait, alias yang menerima kucuran anggaran.
"Dewan bisa metingkrang (duduk-duduk sambil santai, red), sementara yang tanggungjawab ke aparat penegak hukum adalah pengguna anggaran atau kepala dinas. Karena dana nyintil (masuk, red) di OPD," pungkas Agus. (bib/par/rev)
Baca Juga: Raperda APBD 2024 Kabupaten Pasuruan Disahkan, Ada Peningkatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News