SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Mengacu pada tahapan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) pilkada serentak, Kamis (13/8/2020) adalah batas akhir pelaksanaan coklit oleh PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) yang nantinya data itu akan ditetapkan menjadi DPS (Daftar Pemilih Sementara). Namun, proses tersebut ternyata memiliki sejumlah kendala.
Salah satunya, yakni petugas PPDP dan PPS merasa kesulitan untuk masuk dan melakukan coklit untuk data pemilih di kawasan rusun, apartemen, dan perumahan mewah.
Baca Juga: Didesak Patuhi Regulasi, KPU Surabaya Tegaskan Pilkada 2024 Berjalan Sesuai Aturan Perundangan
Naafilah Astri Swarist, Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kota Surabaya mengakui bahwa petugas PPDP dan PPS dalam melakukan coklit agak kesulitan masuk di kawasan-kawasan tersebut dan kawasan yang masih di-lockdown.
"Tapi saat ini sudah tidak ada kendala, semuanya sudah ada solusinya, karena selain kita mengirimkan surat pemberitahuan kepada pengelola, dibantu RT setempat untuk melakukan coklit. Misal, mereka yang ber-KTP Surabaya agar cukup dicoklit di lobinya apartemen atau perumahan tersebut, dibatasi dengan waktu tertentu, misal 1 jam hanya 5 orang, dan lain-lain," urainya, Kamis (13/8/2020).
Masih menurut Naafila, dirinya membenarkan jika ada beberapa Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang mendapat saran perbaikan akan teknis coklit dari panwas.
Baca Juga: Galakkan Pengawasan Partisipatif Pilkada 2024, Panwascam Karangpilang Launching Cangkruk Pengawasan
"Saran perbaikan lho, bukan rekomendasi. Jadi ada beberapa PPK melakukan kesalahan terkait tata cara prosedur yang memang harus diperbaiki. Makanya, saya berharap PPDP ini menjalankan coklit sesuai regulasi," ujarnya.
"Jadi misal stiker coklit itu harus ditempel, sesuai regulasi memang harus ditempel, tapi ketika pemilik rumah tidak mengizinkan, dan di beberapa wilayah itu jadi temuan teman-teman panwas," kata Naafila.
Banyak pemilik rumah, lanjut Naafila, mayoritas tidak menghendaki rumahnya untuk ditempeli stiker, karena bisa satu rumah ada beberapa kepala keluarga (KK), sehingga stiker yang ditempel harus berdasarkan jumlah KK yang ada.
Baca Juga: Penganiayaan Kekasih, Ketua Bawaslu Surabaya Menyangkal, Korban Ngotot Dipukul
"Jadi bukan petugas tidak mau menempel, tapi pemilik rumah yang tidak mau untuk ditempeli stiker. Di satu rumah ada 5 KK, berarti harus 5 stiker yang ditempel, tapi pemilik rumah tidak mengizinkan, inginnya satu stiker saja yang ditempel," ungkapnya.
Sementara itu, Hidayat, S.Pd., Divisi Pengawasan Bawaslu Kota Surabaya mengatakan, Bawaslu ingin memastikan agar nantinya hak warga yang beridentitas Surabaya terakomodir dalam DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap).
"Kita sudah memberikan saran perbaikan terkait coklit ini ke pihak KPU, jika saran perbaikan ini tidak dihiraukan atau tidak dilakukan, maka ini akan menjadi sebuah temuan Bawaslu," tegas Hidayat.
Baca Juga: Jelang Pilwali, KPU Surabaya Buka Pendaftaran untuk 20 Ribu Lebih Petugas KPPS
Hidayat juga menyampaikan, batas proses saran perbaikan ini sampai 3 hari, jika telah melampaui batas itu, maka bakal menjadi temuan Bawaslu yang sudah diatur di Perbawaslu 21/2019 Pasal 8. (nf/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News