Tafsir Al-Kahfi 30-31: Hiasan Emas Bagi Laki-laki

Tafsir Al-Kahfi 30-31: Hiasan Emas Bagi Laki-laki Ilustrasi: Pengusaha asal Vietnam memamerkan perhiasan emasnya.

Kebebasan macam ini nyata, karena eranya era akhirat, bukan era dunia. "Al-Dunya yaum amal wa la jaza', wa al-akhirah yaum jaza' wa la 'amal". Di dunia itu waktunya beramal dan bukan waktu menerima pembalasan. Sedangkan di akhirat nanti waktunya menerima pembalasan, dan bukan waktunya beramal.

Dari sekian informasi al-Hadis tentang ketidaksukaan Rasulullah SAW terhadap pria yang memakai cincin emas, di samping beliau sendiri juga tidak memakai yang keseharian diikuti oleh al-khulafa' al-rasyidun dan para sahabat besar, maka al-imam al-Syafi'iy berfatwa, bahwa laki-laki tidak boleh memakai emas sebagai perhiasan. Sedangkan dalam keadaan darurat, seperti keperluan medis atau sebagai aset, maka boleh.

Pendapat al-Syafi'iy ini lebih hati-hati dalam beragama dan lebih mencerminkan kesederhanaan penampilan sebagai orang beriman yang menghindari sifat riya'. Dari perpektif sosial, laki-laki pemakai emas itu berpotensi menyakitkan perasaan wanita-wanita miskin yang secara naluri pasti pingin berhias, tapi tak mampu.

Perkara ada madzhab lain ada yang membolehkan, maka itulah longgarnya agama islam. Tapi ingat, andai al-imam Abu Hanifah membolehkan seorang pria memakai perhiasan emas, cincin, atau kalung, tapi beliau sendiri tidak pernah memakai. Lalu, untuk apa fatwa itu? Jawabnya, untuk layanan hukum bagi laki-laki yang imannya kurang mapan, ketaqwaannya rendah, dan masih suka mejeng.

Tapi, perhiasan emas bagi perempuan dibolehkan? Ya, karena memang syariahnya begitu. Tinggal kita, mau patuh atau tidak. Agama sering kali tidak melibatkan akal sebagai pendukung. Ya, begitulah keimanan. Kesiapan pasrah itulah keimanan.

Perkoro ada hasil penelitian soal hiasan emas terkait dengan siklus haid wanita, itu hanya pendukung yang bisa kita manfaatkan sebagai penguat keimanan. Tapi sifatnya sementara. Sebab ilmu, teknologi, temuan itu bisa berubah seiring kecangggihan masa depan. Lha kalau berubah dan kurang pas dengan agama, lalu apa agamanya yang disalahkan? Sekali lagi: rasional, temuan, ilmu, teknologi itu anugerah yang sifatnya hanya sebagai pendukung.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO