BangsaOnline - Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Timur (NTT) Drs KH Abdul Kadir Makarim minta agar kasus politik uang dalam Muktamar NU di Makassar jangan sampai terulang lagi.
“Itu kecelakaan sejarah. Itu memalukan. Jangan sampai main seperti itu (politik uang) lagi,” kata Kiai Abdul Kadir Makarim kepada BangsaOnline.com tadi malam.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Menurut dia, dampak dari kasus politik uang dalam Muktamar NU di Makassar hingga kini masih terasa.
“Resikonya di daerah-daerah kita rasakan sampai sekarang. NU jadi terpuruk,” katanya. Ia secara tegas minta oknum-oknum yang terlibat dalam politik uang dalam Muktamar NU di Makassar jangan sampai dipakai lagi dalam NU. “Orangnya kan itu-itu saja. Kita semua tahulah siapa saja mereka. Jangan dipakai lagilah,” katanya sembari menegaskan bahwa selama ini mereka inilah yang telah merusak NU. “Ini kan NU, bukan partai politik,” tambahnya.
“Hampir satu abad NU baru di Makassar itu NU dirusak,” katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Ia juga mengingatkan kepada semua calon Rais Aam Syuriah dan calon Ketua Umum Tanfidiziah PBNU agar jangan sampai pakai politik uang untuk meraih suara dukungan .
“Saya minta kepada semua calon (Rais Aam/ketua umum) jangan pakai cara seperti itu lagi. Itu tak bermoral, “ katanya mengecam.
Kiai Abdul Kadir Makarim menilai, kini PBNU sudah terpuruk akibat praktik politik uang dalam Muktamar di Makassar. Karena itu, menurut dia, NU perlu diselamatkan.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
“Hanya Kiai Hasyim Muzadi yang bisa menyelamatkan dari kondisi sekarang,” katanya. Apa alasannya? “Karena kapasitas beliau,” jawabnya.
Ia juga menolak sistem pemilihan Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) diterapkan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. “Jangan bikin aneh-aneh yang barulah. Itu mempersulit. Kembali saja kepada (sistem pemilihan) yang lama,” katanya. Menurut dia, kalau Muktamar NU ke-33 nanti memutuskan sistem Ahwa, maka harus dilaksanakan pada Muktamar ke-34. “Itu harus disosialisasikan dulu,” katanya.
Penolakan Rais Syuriah PWNU NTT ini semakin menambah daftar panjang penolakan PCNU dan PWNU terhadap sistem pemilihan Ahwa. Sebelumnya, seperti diberitakan BangsaOnline.com, dalam acara silaturahim DR KH Saladhuddin Wahid (Gus Solah) dengan para Rais Syuriah, Ketua Tanfidziah NU dan para pengasuh pesantren se-eks karesidenan Besuki yang digelar di Pesantren Darussalam Blok Agung Banyuwangi Jawa Timur enam PCNU (Banyuwangi, Lumajang, Situbondo, Bondowoso, Jember dan Kencong) menolak Ahwa.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Dalam acara silaturahim yang digelar di pesantren asuhan KH Hisyam Syafaat itu para Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziah PCNU juga mendukung KH Hasyim Muzadi sebagai Rais Aam Syuriah dan Gus Solah sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang pada tanggal 1 hingga 5 Agustus mendatang.
Begitu juga PCNU Surabaya, Malang, Sidoarjo dan beberapa PCNU lain juga menolak sistem Ahwa. Bahkan hampir semua PWNU luar Jawa menolak Ahwa diberlakukan dalam Muktamar ke-33 ini.
BATAS KONFRENSI
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Sementara nuonline.or.id, website resmi PBNU, memberitakan bahwa
Pengurus Harian PBNU menyampaikan maklumat bagi PWNU dan PCNU se-Indonesia
perihal ketentuan muktamar. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU di
Jakarta, Senin (9/3) sore, memberikan kesempatan bagi PWNU dan PCNU yang sudah
jatuh tempo untuk melakukan konferensi paling lambat 30 April 2015 mendatang.
PBNU menjatuhkan sanksi bagi mereka yang telat mengadakan konferensi. Selain
harus melakukan segera konferensi, mereka juga tidak memiliki hak pada Muktamar
Ke-33 NU di Jombang.
Sejumlah peserta Rapat Harian mengusulkan agar mereka yang melewati batas yang
ditentukan PBNU ditolak pada forum muktamar NU mendatang. Tetapi Wasekjen PBNU
H Abdul Mun’im DZ tidak sepakat.
”Mereka yang melewati batas akhir, perlu diakomodasi hanya sebagai peninjau,
bukan sebagai peserta muktamar. Artinya, mereka tidak memiliki hak-hak sebagai
peserta penuh,” ujar Mun'im.
“Kalau konferensi wilayah dan cabang tidak segera dilaksanakan, maka PWNU dan
PCNU yang bersangkutan tidak memiliki hak penuh dalam muktamar termasuk salah
satunya hak suara,” kata Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud.
Ketentuan ini disepakati oleh pengurus harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU
beserta panitia Muktamar Ke-33 NU. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News