SITUBONDO (BangsaOnline) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi dari Perhutani dalam persidangan lanjutan kasus pencurian kayu jati dengan terdakwa nenek Asyani alias Bu Muaris (70), warga Perumahan Banjir Desa/Kecamatan Jatibanteng.
Ketiga saksi pelapor yakni kepala KRPH Jatibanteng Sawin, polisi hutan teritorial (Polhuter) Misyanto Efendi dan Sayadi.
Baca Juga: Berani Lawan Jambret, Mbah Poninten Dapat Penghargaan dari Polisi
Dalam kesaksiannya, Sawin meyakini kayu jati yang ditemukan di rumah Pak Cipto sama dengan kayu jati milik Perhutani yang hilang di petak nomor 43 F, dari warna dan kelir kayu.
Namun, saat kuasa hukum Asyani, Supriono, meminta Sawin menunjukkan dari sejumlah potongan kayu yang dijadikan barang bukti yang dihadirkan dalam sidang, mana bagian dari pohon satu dan pohon lainnya dari dua pohon milik perhutani yang hilang, Sawin menjawab tidak bisa membedakan. "Tidak bisa, karena ini hanya bagian ujungnya," kata Sawin, saat ditanya Kuasa hukum Asyani.
Supriono juga sempat memprotes saksi kedua, Misyanto Efendi, saat memberikan kesaksian karena beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan Supriono, saksi terlebih dahulu menoleh ke arah JPU yang berada di arah berbeda dari tempat tim kuasa hukum Asyani. "Yang tanya saya, kenapa menoleh ke JPU," kata Supriono.
Baca Juga: Ketika Cinta Tak Kenal Usia, Pemuda 29 Tahun di Ponorogo Nikahi Nenek 76 Tahun
Usai sidang Supriono menyebut ada kejanggalan dari keterangan saksi. Tentang kepemilikan kayu yang dijadikan barang bukti di pengadilan, sebagian tidak diakui nenek Asyani. "Antara nenek Asyani dengan mereka (saksi) berbeda. Menurut mereka semua (kayu yang dijadikan barang bukti) itu milik perhutani yang diambil seluruhnya dari milik Bu Asyani, akan tetapi Bu Asyani tidak mengakui sebagian," kata Supriono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News