NGANJUK (BangsaOnline) - Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nganjuk, KH Ahmad Baghowi, menilai sistem pemilihan Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) yang disosialisasikan PWNU Jawa Timur tak bisa diterapkan begitu saja dalam Muktamar ke-33 pada 1 hingga 5 Agustus di Jombang. Karena selain belum ada kesepakatan, juga jumlah anggota Ahwa itu masih jadi pro-kontra.
”Dalam kitab-kitab mu’tabarah yang saya pelajari jumlah anggota Ahwa itu tak ditentukan berapa jumlahnya. Jadi banyak-sedikitnya tak ada,” kata Kiai Ahmad Baghowi kepada BangsaOnline.com tadi malam (25/3/2015). Karena itu, menurut Kiai Ahmad Baghowi, kalau kini PWNU Jatim membatasi anggota Ahwa 9 orang sama saja dengan mengerdilkan dan mengecilkan NU.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
”Waktu pertemuan di Sidogiri, memang Ahwa seolah sudah disepakati. Tapi saya pribadi tak setuju dengan jumlah anggota Ahwa yang 9 orang itu,” kata Kiai Ahmad Baghowi.
Seperti diberitakan kemarin, informasi yang diterima BangsaOnline.com menyebutkan, mayoritas Rais Syuriah PCNU yang hadir dalam pertemuan di Sidogiri mengakui bahwa dalam pertemuan itu mereka (Rais Syuriah) lebih banyak diam saat KH Miftahul Akhyar, Rais Syuriah PWNU Jawa Timur dan KH Mas Subadar, pengurus PBNU dan tokoh PKNU asal Besuk Pasuruan memberi taushiyah soal Ahwa. Tapi, menurut mereka diam bukan berarti setuju.
“Sekedar taadduban saja. Kami tak mentolo mau terus terang menolak dalam forum itu, karena kiai yang berbicara di depan sangat bersemangat dan ada yang mau mempertaruhkan jabatan demi Ahwa,” kata seorang Rais Syuriah PCNU yang mengaku hadir dalam pertemuan di Sidogiri dan Ploso Kediri atas undangan PWNU Jawa Timur.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Hanya selang beberapa hari dari pertemuan di Sidogiri dan Ploso, beberapa Rais Syuriah langsung menggelar pertemuan sendiri baik di kawasan Mataraman maupun di Tapal Kuda. Intinya, mereka menolak Ahwa diterapkan pada Muktamar NU ke-33 karena selain secara organisasi belum ada cantolan hukumnya, juga diduga hanya untuk kepentingan mengganjal figur, yaitu KHA Hasyim Muzadi. Padahal mayoritas PCNU di Jawa Timur justru mendukung Kiai Hasyim Muzadi.
Kiai Ahmad Baghowi yang dikenal alim kitab kuning ini kemudian menjelaskan sistem pemilihan pada era Sahabat Nabi terutama pada Khulafaurrasyidin.
“Waktu Sahabat Abu Bakar dipilih 5 orang (sahabat), pada waktu Sahabat Utsman 6 orang (sahabat),” katanya. Tapi Kiai Ahmad Baghowi mengingatkan bahwa jaman itu jumlah sahabat hanya sekitar 30 ribu orang. ”Kalau sekarang jumlah warga NU dalam satu kabupaten saja sudah lebih dari 400 ribu orang. Masak warga NU yang jumlahnya puluhan juta itu hanya diwakili oleh 9 orang. Itu kan sama dengan mengecilkan NU,” katanya. Sekedar informasi, jumlah warga NU dalam setiap kabupaten di Jawa Timur rata-rata 800 ribu sampai 1 juta lebih.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Ia minta agar hak PCNU jangan diambil karena akan berdampak kurang baik terhadap para pengurus NU di tingkat cabang. “Itu kan mengurangi semangat cabang,” katanya.
Karena itu Kiai Ahmad Baghowi menawarkan solusi. “Dari pada jadi pro-kontra, ya biarkan saja pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU itu seperti dalam AD/ART, yaitu setiap PCNU punya hak satu suara. Karena PCNU itu kan mewakili ratusan ribu warga NU. Itu sebenarnya sudah Ahwa. Jadi namakan saja sistem ini Ahlul Halli Wal Aqdi karena PCNU itu sudah mewakili ratusan ribu warga NU,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News