Tradisi memasak kolak ayam pertama kali dilakukan bertepatan pada tanggal 22 Ramadan 946 H (31 Januari 1540 M).
Selanjutnya, Sunan Dalem berwasiat kepada semua penduduk agar tiap-tiap tahun pada malam tanggal 23 bulan Ramadan diadakan Sanggring/Kolak Ayam.
"Ada yang unik dalam pembuatan kolak ayam yang selalu menarik perhatian saya, adalah dimasak bersama-sama dan pemasaknya harus laki-laki," ungkapnya.
Sebagai kepala daerah, Bupati Yani mengucapkan terima kasih kepada masyarakat di Desa Gumeno yang selalu berupaya tetap mempertahankan tradisi warisan budaya tak benda sanggring kolak ayam setiap malam ke-23 bulan Ramadan.
"Tradisi ini merupakan kearifan lokal yang harus dipertahankan dan dilestarikan, mengingat Gresik adalah Kota Wali dan Kota Santri," ucapnya.
"Saya minta jangan lupakan warisan budaya, sejarah atau tradisi-tradisi pendahulu kita, karena itu juga merupakan sarana silaturahmi, sarana dakwah yang sangat bermanfaat bagi kita semua," sambungnya.
Kepala Desa Gumeno Hasan Fatoni menyatakan, tradisi sanggring kolak ayam terus dilestarikan, bahkan meski pandemi Covid-19 melanda dua tahun belakangan. Namun khusus saat pandemi, tradisi tersebut tidak dibuka untuk umum.
"Alhamdulillah, tahun ini kita buka untuk umum," terangnya.
Untuk membuat 3.000 bungkus kolak ayam dibutuhkan 250 ekor ayam, 2 kuintal bawang daun, 750 kg gula merah, 700 butir kelapa, dan 50 kg jinten bubuk.
"Untuk biaya pembuatan kolak ayam sendiri telah menghabiskan biaya sekitar 130 juta rupiah. Alhamdulillah, sebagian dibantu oleh beberapa perusahaan di Kabupaten Gresik," tutupnya. (hud/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News