Indonesia Tak Lagi Ramah? Akibat Islam Radikal, Kristen Ekstrem, dan Tionghoa Intoleran

Indonesia Tak Lagi Ramah? Akibat Islam Radikal, Kristen Ekstrem, dan Tionghoa Intoleran Jozeph Paul Zhang. Foto: you tube

Padahal buzzer etnis Tionghoa ekstrem itu sebenarnya pembela dan pendukung Jokowi. Tapi ternyata mereka lebih menomorsatukan Jinping, yang nota bene Sekretaris Jenderal Partai Komunis, ketimbang Jokowi.

Tampaknya watak asli mereka memang mendua, meski mengaku warga Indonesia . Pada satu sisi mengaku warga Indonesia, tapi pada sisi lain merasa sebagai warga asli China atau Tiongkok.

Sikap ini mengingatkan kita pada pernyataan konglomerat Sukanto Tanoto yang popular sebagai Raja Garuda Emas (RGE).

“Saya lahir dan besar di Indonesia. Menempuh pendidikan, menikah dan memulai bisnis juga di sana. Tetapi Indonesia adalah ayah angkat bagi saya, karena itu ketika pulang ke Cina saya merasa menemukan ayah kandung. Itu karena saya masih merasa orang Cina,” kata Sukanto Tanoto saat tampil sebagai narasumber dalam acara di televisi China, CCTV2.

Rakyat Indonesia pun geger. Mereka menganggap RGE hidup di Indonesia hanya menghisap kekayaan bangsa Indonesia.

Akhirnya RGE mengirim rilis klarifikasi. RGE mengklaim bahwa terjemahan wawancara itu tidak sesuai dengan tujuan dan maksud yang tersirat dari pernyataan Sukanto Tanoto.

“Dalam wawancara tahun 2011 berdurasi 55:29 menit yang beredar di media sosial, Bapak Sukanto Tanoto menjelaskan latar belakang serta filosofi bisnis beliau. Kutipan artikel di forum Indonesiana, serta terjemahan salah satu bagian video yang beredar, tidaklah sesuai dengan tujuan dan maksud yang tersirat sehingga telah menimbulkan penafsiran yang berbeda,” tulis RGE.

Mana yang benar? Kita serahkan kepada rakyat Indonesia.

Yang pasti, pertarungan ekstremis Kristen, Islam radikal dan etnis Tinghoa intoleran bukan hanya pertarungan politik tapi juga ideologi dan etnis yang rasis.

Yang menarik, para ekstremis dan radikalis serta intoleran Tionghoa itu menyimbolisasikan diri sebagai binatang. Mereka menyebut lawan politiknya sebagai cebong, kadal gurun (Kadrun) dan juga kampret. Berarti mereka memang sama sekali tak punya hati nurani dan perikemanusiaan. Bahkan bisa jadi mereka justru anti kemanusiaan. Buktinya, mereka mengidentikkan diri dengan binatang. Bukan manusia.

(Inilah satu meme kasar yang diaambil dari saudinesia.com. Dalam caption saudinesia.com tertulis: Foto diambil dari media anti Arab (dibaca anti sunnah)

Fenomena ini tentu harus menjadi kajian penting bagi para elit Indonesia. Kenapa mereka begitu bengis tidak berprikemanusiaan. Padahal, nenek moyang bangsa Indonesia dikenal santun, luhur, ramah, dan religius. Apa benar sikap ekstrem, radikal, dan intoleran itu karena banyaknya manusia-manusia “impor” yang membawa paham berbeda bahkan paham tak bertuhan, sehingga peradaban bangsa Indonesia mulai berubah?

Pemerintah – lewat Kementerian Kominfo – harus bisa menjawab dan menyetop gejala rusaknya peradaban ini. Bukankah semua ini bermuara dari media sosial yang nota bene tanggung jawab kementerian Kominfo?

Para tokoh agama juga harus bertanggungjawab atas rusaknya budi luhur, akhlak mulia dan peradaban bangsa ini. Bukankah fenomena kerusakan peradaban ini akibat rusaknya budi luhur, akhlak dan – yang paling inti - makin tercerabutnya nilai-nilai agama dari kehidupan bangsa kita?

Kita berharap tokoh Islam, Kristen, dan tokoh etnis Tionghoa yang moderat berkumpul mendiskusikan kerusakan ekosistem peradadaban bangsa ini. Kita harus menyetop dan mencari jalan kaluar dari sikap ekstrem dan radikal serta intoleran yang melanda sebagian masyarakat kita. 

Jika tidak, maka polarisasi solial politik akan terus menganga dan yang rugi kita semua, bangsa Indonesia. (MMA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO