JEMBER, BANGSAONLINE.com - Buruh PT Penyelesaian Masalah Property (PMP) Unit Industri Bobbin kembali menghampiri Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jember. Kali ini, mereka diundang untuk musyawarah (bipartit) atas penyelesaian polemik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dirasa sepihak.
Undangan musyawarah digelar secara tertutup oleh Disnaker Jember di kantornya. Agenda tersebut mengundang pihak buruh yang terkena PHK pada akhir Agustus (31/8/2022) lalu, serta serikat pekerja terkait dan manajemen PT PMP.
Baca Juga: Satpol PP Dianiaya Oknum Buruh, Wali Kota Eri: Mereka Adalah Pahlawan
Lily Rismawati, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Jember mengatakan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004, tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI), menekankan pada jalan musyawarah terlebih dahulu dalam menyelesaikan silang paham antara perusahaan dengan pekerjanya.
"Karena memang prosedur kaitannya dengan perselisihan, kaitannya dengan PHK, harus sesuai dengan ketentuan, yang diatur dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2004, kaitannya dengan PPHI. Jadi semua, segala macam permasalahan memang diawali dengan musyawarah dulu, istilahnya dengan bipartit dulu," ujar Lily usai musyawarah pada Rabu (14/9/2022) sore.
Dengan demikian, pihak Disnaker Jember mencoba memberikan ruang agar satu pihak dengan yang lain dapat bermusyawarah terlebih dahulu. Karena pada kejadian sebelumnya, pihak buruh yang terkena PHK, dua kali telah mengadu kepada Disnaker, sekiranya agar mereka dapat dipertemukan dan duduk bersama dengan pihak perusahaan.
Baca Juga: Buruh di Bogor Keluhkan UU Ciptaker, Begini Janji Anies bila Menang Pilpres 2024
"Kita memberikan ruang untuk mereka bermusyawarah. Kita mempertemukan, belum mediasi. Ini masih antara pekerja dengan perusahaan, karena kemarin itu ada kebuntuan komunikasi. Biar mereka menyampaikan unek-unek satu sama lain terlebih dahulu, kita menyaksikan di situ. Ibarat Disnaker ini orang tuanya, walaupun bipartit tidak mungkin dilakukan di perusahaan, bisa kita fasilitasi di dinas," terangnya.
Lily menambahkan, memang hasil dari musyawarah yang telah terselenggara tersebut belum menemukan titik temu. Maka dari itu, pihaknya akan kembali menentukan jadwal untuk pertemuan selanjutnya.
"Tadi sudah mengerucut, walaupun tidak 100 persen ada titik temu di situ, karena memang ini masih berlanjut, nanti minggu depan Insya Allah masih ada. Kaitanya dengan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), yang jelas sesuai dengan ketentuan untuk urusan masalah pesangon, tapi ada hal yang mungkin perlu dikomunikasikan," jelasnya.
Baca Juga: PTPN dan KAI Gelar Program "Relawan Bhakti BUMN"
Sementara itu, dari pihak serikat pekerja yang sempat disebut tidak memberikan pendampingan oleh ratusan buruh yang ter-PHK, hadir dalam musyawarah tersebut dan menyampaikan klarifikasinya.
Edi Sunarto selaku perwakilan serikat pekerja, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan. Namun mereka mengakui keterbatasannya untuk mempertahankan kawan-kawan buruh yang mengalami PHK di akhir Agustus lalu. Sehingga, mereka lebih mengarah pada hak yang harusnya diberikan kepada ratusan buruh yang di-PHK.
"Itu ada kesalahpahaman, katanya kita tidak bantu tapi kita sudah berupaya semaksimal mungkin. Karena memang kondisi perusahaan seperti itu, kita tidak bisa mempertahankan mereka. Jadi, kita lebih kepada hak-hak mereka yang harus dipenuhi oleh perusahaan sesuai undang-undang," ungkapnya.
Baca Juga: Polemik Gaji Buruh di PT Muroco, Disnaker Jember Gelar Perundingan Bipartit
Selain itu, Edi juga mengaku bahwa pihaknya juga hadir dalam pertemuan di saat 600 buruh PT PMP dikumpulkan, untuk menandatangani surat PHK. Pihaknya menganggap kawan- kawan buruh tidak menyadari kehadiran mereka, sebab dalam kondisi yang dirasa terkejut (shock) pada keputusan pihak manajemen PT PMP.
"Ada pendampingan pada saat Hari H. Cuma pada saat mengalami hal seperti itu, shock mungkin ya (kawan-kawan buruh yang di-PHK)," ujarnya.
Sedangkan Yuyun, salah satu perwakilan dari buruh, usai musyawarah, bersama kawan-kawan lain yang hadir, merasa dipaksa untuk menerima atas penjelasan mengenai hak yang harus mereka terima. Sebab, dalam musyawarah tersebut, dijelaskan bahwa PT PMP hanya bertanggung jawab atas hak mereka, terhitung saat peralihan manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, yakni tahun 2020.
Baca Juga: Disnaker Jember Kembali Fasilitasi PT PMP dengan Para Buruh Pabrik Soal PHK Sepihak
"Kita itu dihitungnya cuma dari mulai peralihan PT PMP, kami ke belakang (kerja sejak masa PTPN X) nggak dihitung, jadi pesangonnya cukup itu (Rp4,9 juta). Kalau cuma dilihatnya dari PT PMP, kita kan memang bekerja nggak sampai 2 tahun di undang-undangnya. Jadi kami yang belakang itu, mulai '93, '97, dan teman-teman yang lain ini banyak, harus legowo ini sebenarnya, sepertinya," sesalnya.
Kendati demikian, Yuyun menyampaikan bahwa ia bersama kawan-kawan masih mengupayakan agar setidaknya, pihak PT PMP dapat memberikan penghargaan bagi mereka yang telah bekerja selama puluhan tahun tersebut.
"Tapi kami ini minta kebijakan dari perusahaan, untuk diberikan apresiasi kerja, yang layak, yang pantas buat kami, yang sudah mbabad (merintis/ memelopori) di sana, meskipun itu katanya bukan PT PMP. Bobbin itu '92 lho berdirinya, lha ini (kerja mulai) '93," harapnya.
Baca Juga: Di-PHK Sepihak, Puluhan Eks Buruh PT PMP Unit Industri Bobbin Wadul Disnaker Jember
Ke depan, mereka menunggu untuk dipertemukan kembali dalam musyawarah. Yuyun mengatakan bahwa pihak perusahaan masih belum bisa mengabulkan keinginan ratusan buruh pada saat itu juga.
"Kami cuma masih menunggu informasi selanjutnya, karena ini kayak pihak perusahaan tidak bisa memutuskan berapanya untuk yang akan diberikan kepada kami, jadi minta dipertemuan lagi karena mereka akan berunding," pungkasnya. (yud/bil/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News