Alih Fungsi Hutan Sosial Jadi Lahan Pertanian, Salah Satu Penyebab Banjir di Situbondo

Alih Fungsi Hutan Sosial Jadi Lahan Pertanian, Salah Satu Penyebab Banjir di Situbondo Area hutan di Kedit yang beralih fungsi jadi lahan pertanian. Tampak lahan tersebut ditanami jagung. Foto: SYAIFUL BAHRI/ BANGSAONLINE

SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian menjadi sorotan masyarakat, lantaran dianggap memberikan andil besar terjadinya banjir di Situbondo.

"Saya melihat langsung perubahan fungsi hutan di beberapa daerah, dari Banyuglugur sampai Banyuputih, yang sudah diserahkan ke masyarakat, itu beralih fungsi menjadi lahan pertanian untuk tanaman jagung musiman," kata Ketua Pramuka Peduli, Hadi Priyanto, Senin (10/2/2025).

Menurut Hadi, perubahan fungsi hutan ini menyebabkan serapan air tidak berfungsi dengan baik.

"Sehingga ketika air hujan tinggi, loss total langsung masuk ke aliran das, bahkan lumpur yang berada di pinggiran gunung itu semuanya turun, bahkan batu-batuan itu juga," ujar Hadi.

Mantan anggota DPRD itu menyarankan agar kebijakan hutan sosial dievaluasi.

"Apakah sudah sesuai dengan fungsi kehutanan atau sudah beralih ke lahan pertanian," jelasnya.

Ia juga menyayangkan beberapa kelompok masyarakat pengelola hutan sosial yang mengajukan pupuk bersubsidi.

"Dampak jangka panjangnya yang harus kita antisipasi," cetusnya.

Lebih dari itu, ia menyesalkan keberadaan aktivitas penambangan ilegal di areal itu. Apalagi, selama ini tambang ilegal tersebut tidak pernah terselesaikan.

"Saya lihat sendiri ada pecahan-pecahan batu, itu adalah penambang tradisional," ungkapnya

Sementara itu Adm Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, berdalih bahwa ketidakhadiran Perhutani pada banjir bandang Situbondo lantaran tidak ada laporan yang masuk.

"Ada korban ta?" tanya Misbakhul Munir, Senin (10/2/2025).

Sementara terkait dengan pembabatan hutan, Misbakhul justru menyalahkan masyarakat.

"Siapa yang membabat itu? Kan dari masyarakat sendiri. Kita sudah melaporkan ke penegak hukum," ujar Misbakhul.

Ia mengakui bahwa hutan wilayahnya masuk dalam 3 besar illegal logging di Jawa Timur.

"Yang pencurian sudah banyak yang kita tangkap, termasuk pembukaan lahan tanpa izin," jelasnya.

Ia menambahkan, bahwa saat ini ada SK 287 tentang program kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK), yang menjadi lahan pertanian seperti ditanami jagung.

"Itu kebijakan pemerintah, 50 persen dibagikan kepada masyarakat," imbuhnya.

Ia mengungkap bahwa kawasan hutan dengan pengelolaan khusus itu sudah ada yang ber-SK dari Presiden lewat Menteri Kehutanan. Sementara sebagian masih indikatif.

"Yang ber-SK, Perhutani diusir oleh petani, lahan yang gundul? Ayo kita lihat apa masuk indikatif atau KHDPK," ujarnya

Misbakhun menegaskan bahwa pihaknya hanya operator, bukan regulator.

"Ngene lho, ada tanah sehektare, yang punya Menteri Kehutanan, tanah sehektare sebagiannya diberikan masyarakat, Perhutani dapat sebagian, ngapain? Kita cuma operator," pungkasnya. (sbi/rev)