Pembunuhan Aktivis Penolak Tambang di Lumajang, Petinggi Negeri Turun Tangan

Pembunuhan Aktivis Penolak Tambang di Lumajang, Petinggi Negeri Turun Tangan

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Penculikan dan pembunuhan dua aktivis tambang pasir ilegal di Lumajang membuat seluruh petinggi negeri turun. Tak terkecuali Presiden, Kapolri dan Menteri terkait pun ikut dibuat repot. Kebiadapan pelaku tambang ilegal itu dituturkan anak Salim alias Kancil dan istri Tosan yang kini berjuang untuk hidup.

Salim awalnya hanyalah petani biasa yang peduli dengan lingkungannya. Dia tidak setuju dengan tambang pasir ilegal di desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasiran, Lumajang tempat dia tinggal. Tambang ilegal itu dia nilai bakal merusak lingkungan yang ada di sekitarnya.

Baca Juga: Hendak Perang Sarung, Puluhan Remaja di Lumajang Digelandang Polisi ke Mako Polres

Pagi itu dia dan anaknya Dio (13) hendak berangkat untuk mengkoordinasi aksi demo menolak tambang pasir. Belum sempat berangkat, dia sudah datangangi sebanyak 30 orang. Di depan anak bungsunya itu, masih di halaman rumah, dia dihajar beramai-ramai. Sang istri, Tijah, saat itu sedang mencari rumput di tegalan semak jauh dari rumah.

“Saat itu, bapak sedang mengeluarkan motor hendak pergi bersama saya untuk ikut demonstrasi menolak tambang pasir. Ketika itu, sekitar pukul 07.30 WIB, rombongan sepeda motor menyerbu ke halaman rumah saya. Lebih dari 30 orang menghambur ke arah sang Bapak,” papar Dio yang ditemui di rumahnya seperti dilansir dari republikaonline.

"Bapak diteriaki, dipukul. Tangannya dipegangi, dipukul pakai batu kepalanya," ujar Dio di rumahnya mengenang kisah tragis yang menimpa ayahnya.

Baca Juga: Puluhan Pemuda di Lumajang Digerebek Polisi saat Pesta Ganja

Sebagai anak kecil, Dio mengaku kalut dan menangis antara ketakutan dan ingin menolong. Karena tidak memiliki kemampuan melawan, dia lalu berlari ke arah samping menuju rumah pamannya. Dia berteriak memanggil pamannya untuk keluar.

Tapi, salah seorang preman kemudian meneriakinya agar tidak macam-macam. "Kon ojo rame, tak pateni pisan (Kamu jangan teriak, aku bunuh sekalian)," kata Dio menirukan teriakan si preman.

Dio ketakutan bukan kepalang. Dia hanya sanggup menangis melihat sang Bapak diikat tangannya ke belakang dan disiksa gerombolan preman tersebut. Ia melihat bapaknya diimpit di motor untuk dibawa ke balai desa. Dio sempat mengejar hingga jalan raya, dia terus menangis sejadi-jadinya. Pada akhirnya, Salim atau dikenal sebagai Kancil, ditemukan tewas di hutan sengon dekat kuburan, tak jauh dari rumahnya.

Baca Juga: Begal Semakin Merajalela, Pemkab Lumajang Akan Pasang CCTV di Seluruh Desa

Usai menghabisi Salim, para preman ini menuju rumah Tosan yang telah masuk dalam daftar para pelaku. Pelaku langsung mendatangi rumah ayah tiga anak tersebut.

Istri Tosan, Ati Hariati belakangan mendengar cerita kalau Salim disiksa di Kantor Balai Desa sebelum jasadnya dibuang di jalan. Dia mendengar ada daftar lain yang akan menjadi sasaran para pelaku.

"Jadi setelah mereka mengeroyok Salim kemudian ke rumah saya. Informasinya ada catatan nama orang-orang yang akan dikeroyok oleh Tim 12 ini," kata Ati Hariati di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang, Senin (28/9).

Baca Juga: Isu Dukun Santet Memakan Korban, Kakek di Randuagung Lumajang Dibunuh Orang Tak Dikenal

Suaminya, kata Ati, dianiaya oleh sekitar 30 orang yang disebutnya sebagai Tim 12. Mereka adalah eksekutor pembunuh Salim, sekaligus Tim Sukses kepala desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Ati seorang diri berusaha memberi pertolongan dengan memisah suaminya yang mengalami penganiayaan. Karena keberaniannya, Tosan memiliki kesempatan melarikan diri kendati tetap dikejar-kejar. Peristiwa pengeroyokan suaminya, menurut Ati, berlangsung sekitar 30 menit.

Sementara itu, Ati mengaku kalau sebelum peristiwa pengeroyokan itu terjadi, keluarganya sempat didatangi sekitar 20 orang bersenjata celurit. Mereka meminta agar suaminya menghentikan tuntutannya terkait penutupan tambang.

Baca Juga: Tim Cobra Segel Gedung Tempat Bisnis MLM Ilegal, Jadi Lokasi Cuci Otak Anggota Kasus Penipuan

"Itu sekitar minggu pertama September, mereka mengancam akan membunuh saya dan suami saya jika terus menuntut meminta tambang ditutup," kata dia.

Atas kejadian tersebut, Ati melaporkan kejadian tersebut kepada polisi setempat. Namun belum ada tindaklanjut hingga terjadi peristiwa pengeroyokan Sabtu (26/9) lalu, yang menewaskan Salim alias Kancil.

"Sudah saya laporkan ke Polsek tapi kemudian diminta ke Polres Lumajang dan sudah di-BAP, tapi belum ada perkembangan," kata dia.

Baca Juga: Dilaporkan ke Polisi Soal Video Pengusiran, Cak Thoriq: Jangan Dicabut, Biarkan Sampai Tuntas

Tosan sendiri kini sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang (RSSA). Kata Ati, suaminya sudah sadar, tetapi dilarang banyak bicara oleh dokter. Asupan makanan masih dari selang infus yang dipasang di tangannya.

Petinggi negeri

Sejumlah tersangka telah ditetapkan terkait kasus pembunuhan aktivis anti tambang di Lumajang, Jawa Timur. Kasus ini juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo sehingga meminta diusut secara tuntas.

Baca Juga: Obok-obok Desa Sumberwringin, Tim Cobra Dapati Satu Rumah Miliki 3 Motor Bodong

"Presiden sudah minta Kapolri untuk mengusut pelaku penganiayaan dan saya kira kemarin sudah ditetapkan sejumlah tersangka. Kita di Kantor Staf Presiden akan memantau terus penyelesaiannya," ujar Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (29/9).

Pemerintah sangat menyayangkan adanya kasus semacam ini. Sementara itu Teten juga mengakui bahwa konflik agraria memang sering terjadi sejak dahulu.

"Presiden sudah ada melihat ada kekerasan konflik lahan, konflik agraria semacam itu saya kira akan ada semacam guidance (panduan, -red) lah kepada Polri supaya jangan menggunakan kekerasan untuk selesaikan konflik lahan antara masyarakat dengan pebisnis," ujar Teten.

Baca Juga: Bantu Tangkap Pelaku Curwan, Warga Karangsari Lumajang Dihadiahi Gaji Kapolres Sebulan

Mengenai lahan konflik sendiri, Teten menyebut sebetulnya masyarakat bermaksud meminta kejelasan kepemilikan karena sudah lama menggarap lahan di situ. Tetapi kemudian dalam beberapa kasus ada oknum pebisnis yang berupaya menguasai lahan tersebut sehingga konflik tak terhindari.

"Konflik agraria tak ada yang baru. Rata-rata puluhan tahun. Ini saya kira Presiden sudah berikan perhatian sehingga ada penyelesaian konflik yang cukup fair," ungkap Teten. (republikaonline)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO