Alih-alih menekan kerugian negara, kebijakan tersebut dapat menghilangkan mata pencaharian ribuan buruh dan petani tembakau di empat kabupaten.
Ia berharap pemerintah pusat lebih bijak dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi di daerah.
“Kementerian Keuangan seharusnya membuat kebijakan yang solutif, bukan malah mematikan usaha kecil yang menopang ekonomi masyarakat Madura,” tegasnya.
Toifur juga mengusulkan agar pemerintah membuka ruang dialog bersama pengusaha rokok lokal, petani, dan anggota legislatif untuk mencari solusi yang konstruktif.
Menurutnya, beberapa langkah dapat dilakukan, seperti menerbitkan pita cukai kelas tiga khusus bagi perusahaan kecil atau membentuk kawasan ekonomi khusus tembakau di Madura.
Ia menilai pembentukan kawasan ekonomi khusus tembakau di Madura akan menjadi langkah strategis untuk menyeimbangkan kepentingan negara dan kelangsungan ekonomi masyarakat lokal.
“Jika pemerintah memberikan ruang bagi pelaku usaha rokok kecil, maka ekonomi Madura bisa tetap tumbuh tanpa mengorbankan kepentingan nasional,” jelasnya.
Sementara itu, anggota DPD RI, Dr. Lia Istifhama, menyambut baik aspirasi dan kekhawatiran yang disampaikan para pemuda dan aktivis Madura.
Ia berjanji akan menindaklanjuti masukan tersebut melalui jalur konstitusional di tingkat pusat.
Menurut Lia, isu pembekuan PR dan pembatasan pita cukai perlu mendapat perhatian serius karena menyangkut keberlangsungan ekonomi masyarakat di daerah penghasil tembakau, termasuk Madura.












