SURABAYA (BangsaOnline) - Sidang
perdana perkara dugaan pencemaran nama baik melalui akun Facebook (FB) dengan
terdakwa Dedy Endarto digelar di PN Surabaya, Kamis (24/4/2014). Dia menjadi
pesakitan setelah dilaporkan bos pabrik baja, PT Manunggal Sentral Baja, H
Soendoro Sasongko.
Diketuai hakim Ainur Rofik, sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan ini
berlangsung di Ruang Garuda. Dikawal beberapa rekan terdakwa, jaksa penuntut umum
(JPU) dari Kejari Surabaya, Ririn, membacakan dakwaannya secara singkat.
Dalam dakwaan dijelaskan, perbuatan terdakwa terjadi antara Juli hingga
September 2013 lalu. Melalui akun FB miliknya, terdakwa mengunggah status yang
isinya diduga mencemarkan nama baik H Soendoro Sasongko, bos PT Manunggal
Sentral Baja. Terdakwa melakukan aktifitas FB-nya di rumahnya di kawasan Darmo,
Surabaya.
Baca Juga: Benda Bersejarah Diduga Peninggalan Kerajaan Majapahit Ditemukan di Kediri
Diantaranya status FB yang diunggah berbunyi, 'Inilah pengusaha (Soendoro
Sasongko) yang akan merusak situs dan cagar budaya Majapahit di Trowulan.'
Status tersebut diunggah pada Juli 2013. Bunyi status lainnya menyebut Soendoro
sebagai pengusaha hitam, yang mencoba melakukan usaha eksplorasi baja di
kawasan situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto.
"Perbuatan terdakwa yang mengunggah statusnya dan menyebut pengusaha
hitam telah mencemarkan nama baik Soendoro Sasongko," kata jaksa Ririn.
Sehingga, lanjut dia, membuat izin operasi pabrik baja tersebut dihentikan.
Terdakwa diancam dengan Pasal 27 UU ITE.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Dedy menyatakan akan mengajukan eksepsi.
Pengacaranya, Fatchul Arif, mengatakan, ada penerapan pasal yang melenceng di
surat dakwaan jaksa. "Jaksa juga terlihat kurang yakin dengan unsur-unsur
perbuatan terdakwa dalam dakwaannya.
Arif menjelaskan, sebenarnya Polda Jatim mengembalikan laporan Soendoro dalam
kasus ini. Namun, dengan kekuatan jaringannya, pelapor kemudian menggunakan
kekuatan Bareskrim Mabes Polri untuk menekan Polda. "Polda sebenarnya
sudah dua kali menolak laporan kasus ini. Karena memang unsur pidananya
lemah," tandasnya.
Kasus ini bermula ketika warga sekitar situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto,
menolak rencana pendirian dan eksplorasi baja oleh PT Manunggal Sentral Baja.
Didampingi aktivis penyelamat cagar budaya, warga menilai rencana pendirian dan
aktivitas pabrik baja itu akan merusak situs dan cagar budaya bernilai tinggi
milik Indonesia. Kasus ini menjadi polemik nasional, bahkan internasional.
Akhirnya, rencana pabrik baja itu dibatalkan pemerintah.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Syekh Bela Belu di Bumi Kediri, Putra Raja Terakhir Majapahit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News