YOGYAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kongres Gerakan Pemuda (PP) Ansor ke-15 yang digelar di Pesantren Sunan Pandanarang Yogyakarta ternyata menyisakan masalah. Sejumlah kader GP Ansor menolak Yaqut Cholil Choumas atau disapa Gus Tutut sebagai Ketua Umum Periode 2015-2020.
Rahmat Hidayat, salah satu kader Ansor mengatakan, terpilihnya Yaqut sebagai Ketua Umum GP Ansor telah mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Menurut dia, seharusnya sesuai amanah Muktamar GP Ansor 2011 di Surabaya, Muktamar XV GP Ansor digelar Januari 2016. Namun, ternyata jadwal kongres organisasi kepemudaan NU itu diubah semata untuk mengegolkan Yaqut sebagai ketum GP Ansor. Jadi, pelaksanaan kongres dimajukan.
"Kalau kongres tetap digelar Januari 2016, usia Yaqut sudah melebihi batas ketentuan sebagai Ketua Umum GP Ansor. Supaya dia bisa dicalonkan, maka muktamar dimajukan bulan November ini," kata Gus Rahmat, panggilan akrab pria ini, Jumat (27/11).
Sesuai Pasal 23 PD dan PRT GP Ansor, calon Ketua Umum harus pernah menjadi pengurus Banom NU atau lembaga NU minimal empat tahun. Selain itu, usia calon Ketua Umum GP Ansor tidak boleh lebih dari 40 tahun. Pada Januari 2016 itu usia Yaqut 41 tahun. Karena itu dibuatlah skenario pelaksanaan kongres dimajukan agar Yaqut bisa dicalonkan.
Menurut Rahmat, agar Yaqut terpilih, Nusron Wahid, ketua umum GP Ansor yang demisioner bertindak represif. Ia menonaktifkan kepengurusan di daerah yang tidak pro Yaqut.
"Ini cara-cara yang represif dengan menihilkan suara-suara cabang," tegas Gus Rahmat, panggilan Rahmat Hidayat seperti dikutuip RMOL.
Kecurangan lain yang dipraktikan agar Yaqut terpilih, menurut Rahmat, yaitu panitia membuat tiga Region, yakni Region Barat yang diwakili Lampung, Region Tengah yang diwakili Jawa Timur, dan Region Timur yang diwakili Maluku. “Ketiga Region tersebut kemudian dengan sewenang-wenang menyetujui Yaqut Cholil Choumas sebagai Ketua Umum GP Ansor Periode 2015-2020,” katanya.
Menurut Rahmat, untuk mengegolkan Yaqut, Nusron Wahid menghalalkan segara cara dan samasekali tak mengindahkan akhlak NU. "Mereka menerapkan cara-cara yang sangat kotor. Region itu menihilkan hak suara pengurus daerah," ujarnya.