Legislator jadi Tersangka Bertambah, Kinerja DPR Disorot

Legislator jadi Tersangka Bertambah, Kinerja DPR Disorot Budi Supriyanto, Anggota Komisi X DPR dari Golkar, saat dimintai keterangan oleh media setelah diperiksa KPK. foto: republika

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengaku gerah dengan bertambahnya anggota DPR periode 2014-2019 yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Budi Supriyanto, anggota Komisi V dari Fraksi Golkar adalah yang paling baru menyandang status tersangka, setelah diduga menerima suap dari Abdul Khoir agar PT Windhu Tunggal Utama (WTU) mendapatkan pekerjaan di proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Menurut catatan Formappi, Budi merupakan anggota DPR kelima yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam kurun 1,5 tahun masa kerja DPR periode ini. Tentu hal ini bukan jumlah yang sepele.

"Ini sudah mengindikasikan masifnya korupsi dan permainan proyek yang melibatkan anggota DPR. Sangat mungkin masih banyak anggota lain yang ikut bermain, namun belum kedapatan saja sampai sekarang," ucap Lucius melalui keterangan tertulis, Jumat (4/3) dikutip dari sindonews.com.

Beruntunnya kasus korupsi DPR, lanjut Lucius, juga beriringan dengan perilaku tak etis yang melibatkan anggota pada periode ini. Penyalahgunaan wewenang, kekerasan terhadap perempuan, hingga narkoba.

Lucius menilai, deretan kasus tersebut menjadikan DPR seolah-olah menjadi etalase kejahatan. Tentu saja itu berbanding terbalik dengan makna lembaga yang merupakan tempat wakil yang dipilih rakyat bekerja. "Ini bisa disebut senja kala DPR," ucap Lucius.

Disebut senja kala, karena alih-alih berperilaku negarawan atau pemimpin yang bermartabat, sebagian anggota malah sibuk bertindak jahat dengan suburnya korupsi dan perilaku tidak etis yang lain.

Di antara perilaku buruk itu, kinerja DPR periode ini berbanding terbalik dengan jumlah pelanggaran yang terjadi. Sejak dilantik pada 2014 lalu, baru empat RUU yang disahkan, sementara sudah lima anggota DPR ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Sementara itu, terkait usulan Ketua DPR untuk mengevaluasi fungsi Banggar, Lucius mengaku setuju, Namun demikian, dia menyayangkan jika evaluasi melupakan momentum untuk mengoreksi kekurangan.

"Saya tidak terlalu yakin DPR sekarang melakukan perubahan termasuk kewenangan Banggar untuk tujuan memperkuat peran dan fungsi dengan meminimalisir peluang tindakan korupsi yang dilakukan DPR," ucap Lucius.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku prihatin atas adanya salah satu anggota DPR yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dan suap pengamanan proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Fadli berharap, tidak ada lagi anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus yang menjerat anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti itu atau di kasus lain.

"Saya kira ini sudah menjadi keprihatinan yang mendalam, bahwa ada anggota DPR diduga terlibat tindak pidana korupsi semoga tak terulang lagi," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 1 Maret 2016.

Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengungkapkan, KPK bisa berlaku adil alias tidak tebang pilih dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Tidak hanya mengusut di legislatif, tapi semua lembaga yudikatif, eksekutif, termasuk laporan BPK, agar jangan tebang pilih dalam mengusut kasus. Jangan satu diangkat, satu dilindungi, enggak boleh tebang pilih," tuturnya. (sin/sta)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO