“Jadi petani lebih memilih membeli pupuk urea non subsidi saja dari membeli pupuk ZA yang digandeng dengan SP-36, Ponska, dan Petro organik. Karena setelah dihitung biayanya terlalu besar, sehingga petani sendiri juga merasa berat, dan tidak ada keharusan petani itu beli pupuk SP-36, Ponska, dan Petro organik,” ujar Ketua HKTI Bondowoso ini.
Suprapto berharap kepada PT Petro Kimia Gresik dan Distributor, terutama Pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk mengevaluasi kembali cara-cara seperti itu, agar tidak meresahkan petani dan kios pengecer. Sebab, dari 4 jenis pupuk itu pihak kios harus mempunyai modal Rp.21 juta lebih.
“Sedangkan pupuk yang laris kepada petani hanya jenis ZA, sementara pupuk SP-36, Ponska, dan Petro organik, belum diminati oleh petani, sehingga pupuk SP-36, Ponska, dan Petro organik, tetap menumpuk tidak laku,” ujarnya.
Ketua HKTI ini menambahkan, kalau pihak pemerintah tidak menganjurkan pemaketan terhadap Petro Kimia Gresik, tentunya yang dikirim ke daerah hanya pupuk yang diminati oleh petani. Dan untuk menggunakan pupuk berimbang itu ada jenjang waktunya.
“kalau setiap pembelian pupuk ZA diharuskan membeli pupuk SP-36, Ponska, dan Petro organik, tentunya petani tidak mau. Dan yang rugi adalah kios pengecer. Karena pupuk yang disertakan tidak laku kepoada petani,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News