Mahfud MD: Pemda Boleh Abaikan Pencabutan Perda, MUI: Perda Serang Kearifan Lokal

Mahfud MD: Pemda Boleh Abaikan Pencabutan Perda, MUI: Perda Serang Kearifan Lokal Mahfud MD.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Langkah politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Mendagri Tjahjo Kumulo yang mencabut 3.143 Perda menuai protes keras dari para kepada daerah di beberapa tempat. Lalu bagaimana sebenarnya dalam kaca mata hukum? Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan pakar hukum Prof Dr Mahfud MD mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memang mempunyai kewenangan mengevaluasi peraturan daerah (Perda). Namun, tambah Mahfud, evaluasi harus sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Mahfud menjelaskan, setiap pemerintah daerah (pemda) yang membuat perda harus disampaikan ke Kemendagri dan dievaluasi selama 60 hari. Jika selama 60 hari tidak ada evaluasi apa pun, perda tersebut dinyatakan sah.

Baca Juga: Beri Materi Kepemimpinan Kewiraurasahaan, Khofifah Ajak Berperasangka Baik

"Kalau dicabut, harus melalui judicial review atau political review. DPRD-nya yang diminta mengevaluasi," kata Mahfud, Rabu (15/6).

Mahfud mengatakan, secara hukum pemerintah daerah bisa mengabaikan pencabutan perda yang dilakukan oleh Kemendagri. Aturan ini sudah jelas pada Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. "Kecuali undang-undangnya diubah," kata Mahfud.

Namun, menurut Mahfud, tidak ada perubahan undang-undang yang menyangkut hal ini. Mahfud mengatakan, prosedur ini tidak hanya berlaku pada perda intoleran, tetapi pada semua perda yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Baca Juga: 18 Bulan Menunggu, Akhirnya Perpres No. 98 Tahun 2020 Tentang Gaji dan Tunjangan PPPK Terbit

Sebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin menilai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat sudah tepat diterapkan di Kota Serang, Banten, meski berbau jadi polemik.

"Perda itu adalah aspirasi lokal, suara masyarakat. Kalau ada perda itulah yang diinginkan masyarakat, bukan sekadar dalam dimensi agama," kata Maruf di kantornya, Jakarta, Selasa (14/6).

Perda Kota Serang belakangan jadi polemik setelah Satpol PP merazia sejumlah warung makan yang buka di siang hari saat bulan Ramadan. Termasuk milik Saeni (53), perempuan pemilik warung makan yang tertangkap kamera menangis saat aparat membawa makanan dagangannya. Video Saeni jadi viral.

Baca Juga: 11 Menteri Bakal Diganti, Jokowi Kecewa Milenial? Inilah Nama-Nama Mereka

Perda Nomor 2 Tahun 2010 itu mengatur larangan bagi setiap pengusaha restoran, rumah makan atau warung dan pedagang untuk menyediakan tempat dan melayani makanan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadan. Jika melanggar, sanksi kurungan paling lama tiga bulan atau denda Rp50 juta.

Regulasi lokal tersebut, kata Maruf, tidak hanya diberlakukan di Serang tapi juga di kota-kota lain seperti di wilayah Papua. Di Papua terdapat perda soal larangan peredaran minuman keras karena masyarakat setempat mengetahui dampak negatif dari miras. Aturan lokal itu berasal dari dan untuk masyarakat Papua.

Maruf yang berasal dari Banten mengatakan norma sosial di provinsi terbarat Pulau Jawa itu memang tidak membolehkan masyarakat untuk berjualan makanan saat bulan puasa. (rol/kompas)

Baca Juga: Curhat pada Rizal Ramli, Cakra Buana: Pemerintah Gagal, Kita yang Malu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO