JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pencopotan Letkol Czi Ubaidillah dari jabatannya sebagai Dandim Lebak menjadi pelajaran berharga bagi berbagai pihak. Letkol Czi Ubaidillah dicopot karena menggelar latihan Bela Negara untuk anggota Front Pembela Islam (FPI).
"Dandim sudah dicopot dan diganti sehingga dengan demikian persoalan ini tentunya menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun yang ingin mengadakan acara-acara (bela negara) seperti itu," kata Pramono di kantornya, Jakarta, dikutip dari Merdeka.com, Senin (9/1).
Baca Juga: Merasa Dipersulit Urus Izin, Seniman di Pamekasan Tuding Polisi Takut FPI, Begini Kata Wakapolres
Pramono menandaskan, Letkol Czi Ubaidillah melanggar prosedur dalam menyelenggarakan latihan bela negara untuk FPI. Seharusnya, Letkol Czi Ubaidillah melakukan koordinasi di internal tubuh TNI sebelum melakukan latihan tersebut.
"Apa yang terjadi saya sudah berkomunikasi secara langsung dengan Pangdam Siliwangi (Mayjen M Herindra), memang terjadi kesalahan prosedur yang dilakukan dalam memberikan latihan," terang politikus PDIP ini.
Pramono menerangkan, latihan bela negara untuk FPI memang dilaksanakan di pondok pesantren. Selama pelatihan berlangsung, ada salah satu pimpinan ormas, namun dia enggan menyebutkan namanya.
Baca Juga: Menghabisi Etnis Arab, Membela Etnis Tionghoa, Radikalisme tanpa Pengakuan
"Kemudian apa yang dalam latihan itu diposting di websitenya, kemudian jadi viral ke mana-mana," ujar Pramono.
"Dan tadi ketika saya berkomunikasi dengan Pangdam Siliwangi, beliau menyampaikan yang bertanggungjawab pada tingkatannya. Itu kan tingkatnya di Danramil, Danramil ini melaporkan kepada Dandimnya," sambung mantan anggota DPR RI ini.
Menurut Pramono, Letkol Czi Ubaidillah seharusnya tidak melaksanakan latihan bela negara tersebut. Sebab, Presiden Joko Widodo sudah memutuskan bahwa bela negara diserahkan kepada Wantannas (Dewan Ketahanan Nasional).
Baca Juga: Munarman, Eks Petinggi FPI Ditangkap Densus 88 Terkait Baiat Teroris
"Tugas bela negara nanti diatur oleh Wantannas. Mengenai siapa dan bagaimana pengaturan karena sekarang ini baru diputuskan perpresnya disiapkan untuk bela negara itu menjadi domainnya Wantannas," katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung upaya TNI untuk mengajak Front Pembela Islam (FPI) ikut serta dalam program bela negara. Sebagai organisasi resmi dan sah, FPI seharusnya dilibatkan membantu menjaga persatuan dan NKRI.
"Penting diajak karena FPI bagian dari realita ormas di Indonesia yang sangat pro dengan Indonesia, FPI itu sangat mendukung NKRI, jangan lupa itu," kata Hidayat dikutip dari Fajar.co.id, Senin (9/1).
Baca Juga: Ancam Bunuh Mahfud MD, Kini Mastur Minta Maaf dan Mohon Diselesaikan di Luar Hukum
Selain membantu menjaga NKRI, dilibatkannya FPI untuk menjadi pembela negara dapat mengubah stigma ormas yang dicap gemar melakukan tindakan anarkis saat melakukan sweeping.
"Justru FPI seharusnya dirangkul untuk menjadi bagian dari yang membela negara daripada FPI dibawa menjadi ormas yang bisa anarkis, karena sweeping melulu misalnya. Kalau dia (FPI) kemudian orientasinya sekarang bela negara alangkah baiknya, mestinya didukung," terangnya.
Seperti diketahui, buntut dari latihan Bela Negara ini, Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal TNI Muhammad Herindra resmi mencopot Dandim Lebak, Banten Letkol Czi Ubaidillah karena tidak melakukan koordinasi. Hidayat mendukung penegakkan disiplin di internal TNI.
Baca Juga: Ingatkan Warga Terkait Larangan Penggunaan Simbol FPI serta Aktivitasnya, Sebar Maklumat Kapolri
Akan tetapi, dia menilai pihak TNI perlu mensosialisasikan prosedur pelaksanaan program bela negara seperti siapa yang wajib mengikuti program ini dan siapa yang harus memberikan materinya. Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum yang mengatur soal Bela Negara meskipun telah termuat dalam Undang-undang Dasar 1945.
"Kalau dari sisi disiplin internal TNI, TNI memang punya disiplin yang harus ditegakkan, saya setuju ditegakkan, tapi berikutnya harus ada tolak ukur yang jelas, yang boleh yang enggak boleh, siapa yang melakukan dan lain-lain. Karena UU belum ada itu menjadi subyektifitas," tegas Hidayat. (merdeka.com/fajar.co.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News