PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Banyaknya perusahaan tambang dan pemecah batu yang ada di wilayah Kabupaten Pasuruan seharusnya memberikan kontribusi PAD yang cukup besar bagi daerah. Pasalnya dampak aktivitas tambang yang ditimbulkan cukup besar terhadap kerusakan lingkungan serta akses jalan Kabupaten.
Berdasarkan data yang dihimpun menyebutkan, jumlah izin pertambangan yang dikeluarkan Pemkab Pasuruan ada 65 usaha. Dari puluhan izin pertambangan yang dikeluarkan Pemkab itu, ada 45 usaha pertambangan yang aktif beroperasi melakukan eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan sisanya ada 8 usaha pertambangan di antaranya dalam kondisi tidak aktif.
Baca Juga: Didemo Puluhan Warga Grati, PT. DR: Kerusakan Jalan Tanggung Jawab Penambang Sebelumnya
Kondisi tersebut salah satunya dipengaruhi persoalan internal pengusaha tambang seperti contoh persoalan anggaran, ataupun permasalahan-permasalahan internal lainnya. Sehingga, mereka belum bisa beroperasi meski sudah mengantongi legalitas izin resmi.
Selain itu, delapan usaha tambang lainnya, tak bisa beroperasi karena izinnya sudah habis. Jika sudah habis, artinya tidak diperkenankan untuk melakukan usaha pertambangan lagi. Pihak pengusaha boleh melakukan usaha pertambangan kembali, setelah memperbarui izinnya.
Adapun empat usaha pertambangan lainnya, berhenti lantaran lahan yang diajukan untuk penambangan sudah habis. Dengan begitu mereka para pengusaha tambang tak bisa lagi melakukan aktivitas penambangan, mengingat tak ada lagi lahan yang akan dikeruk.
Baca Juga: Jika Tambang Ilegal di Wonosunyo Dilanjut, Lujeng Ancam Lapor Presiden
Menurut keterangan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pasuruan, Soenarto, saat ini kewenangan izin pertambangan sudah menjadi domain dari Pemerintah Provinsi (Pemprov). Hal ini mengacu UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Mulai awal tahun 2015, kewenangan masalah perizinan pertambangan bukan lagi berada di Pemkab Pasuruan, tetapi langsung berada di Provinsi," ujar mantan Kepala Dinas Perhubungan ini.
Otomatis, sejak pemberlakuan regulasi baru tersebut, kewenangan Pemkab hanya sebatas rekomendasi dan izin lingkungan hidup. Sementara untuk persyaratan dan perizinan lainnya, berada di bawah kewenangan Pemprov.
Baca Juga: Soal Perizinan Tambang, Aktivis Portal Nilai Bupati Pasuruan Diskriminatif
Sunaorto merincikan, permohonan rekomendasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diminta oleh UPT Pelayahan Perizinan Terpadu (P2T) Provinsi Jawa Timur sudah mencapai 20 pemohon. Sebagian di antaranya, bahkan sudah mendapatkan rekomendasi WIUP sebanyak 8 pemohon. Sementara sisanya, sebanyak 12 pemohon, masih proses rekomendasi.
Dikatakan Soenarto, proses kepemilikan usaha pertambangan tak jauh berbeda dengan saat sebelum regulasi baru muncul. "Cuma bedanya, memang terletak kepada kewenangannya yang sudah diambil provinsi. Sebenarnya, tidak banyak perubahan untuk prosesnya," timpalnya.
Untuk memperoleh WIUP, pemohon harus menyediakan pihak konsultan yang kemudian mengajukannya ke UPT P2T. Setelah ada pengajuan itu, tim dari provinsi akan turun untuk mengecek lokasi. Pihak provinsi kemudian menembusi Pemkab untuk memberikan rekomendasi.
Baca Juga: Koordinator Portal Angkat Bicara soal Perlawanan Bos Tambang Ilegal di Kabupaten Pasuruan
Peranan Pemkab diperlukan hanya sebatas untuk menentukan wilayah yang akan menjadi usaha pertambangan apakah sesuai atau tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). "Contohnya ada kawasan hijau dijadikan pertambangan, maka diperlukan rekomendasi pemkab," jelasnya. (psr3/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News