Wakil Ketua DPRD Pasuruan Desak Aparat Hukum Usut Mafia Tambang

Wakil Ketua DPRD Pasuruan Desak Aparat Hukum Usut Mafia Tambang Tambang Galian C di Desa Bulusari.

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Maraknya tambang galian C ilegal di Pasuruan terus disorot sejumlah pihak. Banyaknya tambang bodong tersebut dinilai akibat carut marutnya pengelolaan perizinan dan pengawasan yang lemah.

Hal ini seperti diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Joko Cahyono, S.E, S.H, M.Hum.

Untuk memberantas mafia tambang ilegal tersebut, ia memandang perlunya dibentuk tim hukum terpadu yang terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kepolisian. Tujuannya, khusus untuk menguak dan mengungkap serta mengatasi masalah mafia pertambangan galian C.

"Siapa pun yang terlibat dalam mafia pertambangan galian C ilegal harus disikat, dan tidak ada yang namanya tebang pilih. Apakah dia pejabat, orang pangkat, tokoh masyarakat, atau kiai sekalipun, harus diperlakukan sama di depan hukum. Karena ini sudah pelanggaran hukum dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang," kata Joko Cahyono.

Diberitakan sebelumnya, bahwa baik tambang yang belum atau sudah mengantongi izin sama-sama ditarik pajak retribusi. Besaran pungutan pajak tergantung volume tiap hari. Untuk tambang ilegal (tidak/belum berizin) retribusi masuk ke pemerintah daerah setempat.

Hal ini diakui Drs. Luly Noermardiono, selaku Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pasuruan. Ia menjelaskan pungutan yang dilakukan oleh pihaknya kepada panambang sudah berdasarkan Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri RI, Dirjen Bina Keuangan Daerah.

Untuk itu, Joko Cahyono mendesak agar aparat yang berwenang segera menindak para pengusaha tambang ilegal.

"Sebab, dampak penambangan yang tidak mengindahkan keseimbangan ekosistem lingkungan ini lebih kejam dari pembantaian tentara Israel di Palestina. Ancaman bencana alam sudah di depan mata dan sewaktu-waktu bisa membuat nyawa masyarakat terancam karena tersapu banjir dan tanah longsor," tandas politikus Nasdem ini.

"Jangan biarkan sekelompok orang tertawa mendapatkan keuntungan dari hasil tambang ilegal dan aliran dana tak bertuan," imbuhnya.

"Komisi yang membidangi pertambangan di DPRD Kabupaten Pasuruan harus segera litigasi dan investigasi lapangan untuk menguak dugaan tindak pidana khusus gratifikasi, korupsi, dan abuse of power (penyalahgunaan jabatan dan wewenang) atas adanya aliran dana dari tambang ilegal yang terlanjur disetor kepada petugas pemungut pajak Pemkab Pasuruan," tegas Joko Cahyono.

Hal senada disampaikan Ketua Ornop Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (Pusaka) Pasuruan, Lujeng Sudarto. Selain menindak tambang ilegal, ia juga meminta agar aparat berwenang segera mencabut izin operasional pertambangan yang bermasalah, baik dalam segi teknis penambangan hingga pascapenambangan.

"Aparat berwenang harus segera melakukan penyelidikan adanya potensi tindak pidana perusakan lingkungan," katanya.

Menurutnya, amburadulnya izin usaha pertambangan (IUP) lebih disebabkan oleh data yang tak terintegrasi satu sama lain, baik data pertambangan, perusahaan dan pemilik terdaftar. Sehingga aparat di tingkat daerah dan provinsi tidak bisa melakukan kontrol dan pengawasan dalam pelaksanaan pertambangan.

"Potensi dan indikasi tindak pidana perusakan lingkungan sudah cukup jelas. Mereka yang melanggar, harus direkomendasi untuk dicabut izin operasionalnya," tegas Lujeng Sudarto.

Ia mengatakan bahwa proses reklamasi sebagai upaya pengembalian keseimbangan ekosistem lingkungan tidak pernah dilakukan para penambang. Padahal dalam proses pengajuan perizinan, mereka telah menandatangani surat pernyataan kesanggunggupan melakukan kegiatan pascatambang.

"Walaupun perusahaan pertambangan sudah tidak beroperasi, tetap saja tidak akan menggugurkan kewajibannya dalam pemenuhan pascatambang," cetusnya.

"Sementara pungutan pajak yang tidak memandang apakah perusahaan tambang tersebut legal atau ilegal, berpotensi terjadinya markdown (penuruan besaran pajak). Karena tidak ada petugas pajak yang bisa menghitung secara pasti berapa hasil tambang yang dikelola pengusaha. Ini akan menjadi potensi kerugian keuangan daerah," pungkasnya.

Sementara, diketahui pungutan pajak dari tambang ilegal rata-rata Rp 34 juta tiap minggu. Maka, apabila ditotal dalam setahun ditemukan angka Rp 44.064 miliar. Benarkah semua masuk Kasda? (bersambung/par/rev)