Selisih Suara 7,1 Persen, Tidak Ada Legal Standing untuk Ajukan Sengketa PHPU ke MK

Selisih Suara 7,1 Persen, Tidak Ada Legal Standing untuk Ajukan Sengketa PHPU ke MK Hadi Mulyo Utomo, SH, MH, Koordinator Tim Hukum Khofifah-Emil.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur telah menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi pada Sabtu (7/7) malam. Hasilnya, bahwa pasangan nomor urut 1, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak mendapat 10.465.218 suara atau 53.55 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 2, Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno mendapat 9.076.014 suara atau 46.45 persen sehingga selisih suara kedua pasangan mencapai 1.389.204 suara atau 7,1 persen.

Tingginya selisih suara antara pasangan nomor urut 1 dengan nomor urut 2 menutup peluang terjadinya persidangan sengketa pemilu/pilkada di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, sesuai Peraturan MK No. 5 Tahun 2015, untuk pilkada yang jumlah penduduknya sama atau lebih dari 12 juta jiwa seperti Jawa Timur, maka syarat maksimal batasan selisih suaranya 0,5 persen. Sementara selisih suara di pilgub Jatim mencapai 7,1 persen.

Baca Juga: Sahabat Ning Lia Nganjuk Sokong Lia Istifhama Menuju DPD RI

“Dengan selisih suara lebih dari 0,5 persen, maka tidak ada legal standing untuk mengajukan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK. Apalagi ini selisihnya 7,1 persen. Saya kira sulit permohonan itu diterima,” tutur Koordinator Tim Hukum pasangan Khofifah-Emil, Hadi Mulyo Utomo, Minggu (8/7) malam.

Praktisi hukum lulusan Universitas Airlangga (Unair) ini mengakui, sah-sah saja bila pasangan nomor urut 2 mendaftarkan permohonan sengketa ke MK, dan secara prinsip lembaga peradilan tak akan menolak permohonan. Namun, permohonan tersebut tidak akan masuk ke perkara pokok karena dinyatakan tidak dapat diterima.

Hadi menyontohkan permohonan penyelesaian sengketa PHPU untuk pilkada Gresik yang diajukan pasangan Husnul Khuluq – Achmad Rubaie (Berkah) dinyatakan tidak dapat diterima oleh majelis hakim MK, karena selisih suaranya jauh di atas peraturan MK.

Baca Juga: KPU Jatim Ajukan Anggaran Pilgub Rp 1,9 Triliun, DPRD Jatim: Tak Masalah, Asal...

“Istilah hukumnya Niet OntvvankelijkeVerklaard atau NO. Artinya permohonan tidak dapat ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada obyek gugatan untuk dieksekusi,” urai lulusan terbaik S2 FH Unair tahun 2012 tersebut.

Dalam rapat pleno terbuka yang dihadiri 38 KPU Kabupaten/Kota dan Panwaslu se Jatim serta saksi dari kedua pasangan calon diketahui jumlah suara sah sebanyak 19.541.232. Sedangkan jumlah suara tidak sah sebanyak 782.027 suara. Sehingga total suara sah dan tidak sah mencapai 20.323.259 suara.

Ketua KPU Jatim Eko menjelaskan sesuai dengan PKPU No.9 tahun 2018, hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi Pilgub Jatim ini sudah sah. Bahkan saksi dari kedua pasangan calon juga sudah menandatangani berita acara dalam lembar model DC1-KWK sehingga tinggal dilakukan penetapan jika selama tiga hari ke depan tidak ada dari pasangan calon yang mengajukan gugatan hasil penghitungan suara ke Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: Ini 15 Nama Cagub Potensial Jatim 2024 Hasil FGD Political Centre

“Silakan jika ada pasangan calon yang keberatan dengan hasil akhir penghitungan suara yang sudah dilakukan KPU Jatim, diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Mekanisme itu semua sudah diatur dalam undang-undang,” beber mantan Ketua KPU Jatim ini.

Dalam proses rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi, saksi dari pasangan nomor 2, Martin Hamonangan berulang kali mengajukan keberatan karena ada sekitar 13 kabupaten/kota yang bermasalah sehingga saksi pasangan Gus Ipul-Puti di tingkat kabupaten/kota menolak membubuhkan tanda tangan saksi dalam berita acara rekap di tingkat Kabupaten/Kota dalam lembaran model DB2-KWK.

“Keberatan atau persoalan yang terjadi di daerah yang tercatat dalam lembar model DB2-KWK tidak pernah diselesaikan. Makanya kalau rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi kalau disetujui itu sama saja tidak valid,” tegas pria yang berprofesi sebagai pengacara ini.

Baca Juga: Pada Pilgub Mendatang, Kiai Asep Minta Jangan Pilih Khofifah Lagi, Loh Kecewa?

Kendati demikian, di akhir acara penandatangan berita acara hasil rapat pleno terbuka KPU Jatim justru Musyaffak Raouf saksi dari pasangan Gus Ipul-Puti yang berasal dari PKB tetap ikut menandatangani lembar model DB2-KWK.

“Saya ikut menandatangani atas nama saksi pasangan Gus Ipul-Puti itu karena berdasarkan realita dan fakta, di mana jika tidak ada pelanggaran yang berarti, ya sudah, saya tanda tangani dan tak usah harus menunggu petunjuk dari partai,” tegas mantan Ketua DPRD Kota Surabaya.

Senada, komisioner Bawaslu Jatim Aang Khunaifi menambahkan bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara Pilgub Jatim di setiap tingkatan, masing-masing saksi pasangan calon berhak memberikan catatan.

Baca Juga: Direktur HARIAN BANGSA: Kata Pakde Karwo Paling Sulit Jebol Pertahanan Muslimat NU

“Hasil pengawasan dan temuan Panwas terhadap pelanggaran dalam proses pungut dan hitung suara tidak kami temukan. Silakan, jika menemukan bukti formal dan material untuk dilaporkan ke Bawaslu,” jelas Aang. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO