BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com - Gabungan aktivis Banyuwangi yang mengatasnamakan Forum Rakyat Peduli APBD (FRP-APBD) mendatangi kantor DPRD untuk mendesak para wakil rakyat menggelar dengar pendapat terkait defisit APBD kabupaten Banyuwangi.
Hal ini terjadi karena Kabupaten Banyuwangi sudah dua kali mengalami defisit anggaran tahun 2017 dan 2018, hingga menimbulkan keresahan di kalangan rekanan jasa kontruksi atas kelambanan pembayaran proyek APBD 2018. Karena pembayaran tertunda, baru bisa dibayarkan pada tahun berikutnya.
Baca Juga: DPRD Banyuwangi Desak Eksekutif Segera Sampaikan Dokumen KUPA-PPAS Perubahan APBD Tahun 2021
Selain mendesak DPRD, para aktivis juga bersurat ke Polres Banyuwangi untuk meminta izin menyerahkan surat pemberitahuan aksi demo yang akan dilakukan para aktivis pada hari Kamis (20/12) besok.
Para aktivis yang akan menurunkan sebanyak 1000 orang itu akan melalui rute demo dari kantor DPRD, Kantor Bupati, Badan Pendapatan Daerah dan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah).
Koordinator FRP-APBD Banyuwangi Amrullah mengatakan, bahwa surat permintaan hearing ke DPRD Banyuwangi sudah dilayangkan Jum'at (14/12/2018) lalu. "Kemudian kami juga datang ke Polres Banyuwangi untuk memberikan surat pemberitahukan aksi demo yang akan dilakukan kami," katanya.
Baca Juga: Aktivis Ramai-ramai Kritisi Kebijakan PHK 332 Tenaga Harian Lepas Pemkab Banyuwangi
Amrullah juga menjelaskan, pihaknya berkeinginan dengar pendapat ini segera dilakukan DPRD secepatnya dengan mengundang hadirkan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) Pemkab Banyuwangi. Tujuannya untuk mengurai penyebab defisitnya anggaran dua kali berturut-turut serta mencari kekeliruan perencanaan proyeksi belanja dengan pendapatan asli daerah.
"FRP-APBD akan memperjuangkan agar bisa terlaksananya proses audit forensik. Di mana sistem itu, akan mengetahui letak kelemahan dan mana yang mendukung pendapatan maupun pembelanjaan," jelasnya.
Menurut Amrullah, defisit APBD menunjukkan ketidakpahaman pemerintah daerah dari sebagai keuangan. "BPKAD yang tidak paham, akhirnya mengakibatkan pengelolaan anggaran di Banyuwangi menjadi amburadul. Karena itu, kami mendesak agar dilakukan audit anggaran.Lewat jalan ini akan terlihat pendapatan daerah dan penggunaannya. BPKAD sudah punya daftar nama usaha, Notaris maupun perhotelan yang berpotensi mendatangkan pajak," ujarnya.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Banyuwangi Sahkan APBD Tahun 2021
Amrullah menerangkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Banyuwangi tahun 2017 hanya terealisasi 49,02 persen dari target Rp 460 miliar, yakni Rp 226 miliar. Anehnya dalam laporan keuangan disebut surplus. Padahal sejak tahun 2010 PAD Bumi Blambangan selalu di atas 70 persen.
"Tahun 2019 kita yakin defisit lagi. Makanya, kami ingin melakukan hearing dan DPRD kita minta untuk melakukan audit forensik," tuturnya
Dalam kesempatan itu, gabungan lembaga aktivis di FRP-APBD Banyuwangi seperti Ketua LSM Gerak Sulaiman Sabang, Aliansi Rakyat Miskin (ARM) Helmi Rosyadi, dan Komunitas Pejuang Jalanan (KPJ) Laskar Putih Banyuwangi Yunus Wahyudi secara bergantian memberi penjelasan soal defisitnya APBD Banyuwangi.
Baca Juga: DPRD Banyuwangi Mulai Bahas APBD Tahun 2021, Tahun Depan Masih Fokus Pemulihan Ekonomi
Menurut mereka, faktor penyebab Banyuwangi defisit anggaran adalah banyaknya anggaran dana hibah dan kegiatan seperti festival. Hal itu dinilai menghamburkan anggaran.
"Dengan adanya defisit APBD ini juga menimbulkan problem yang sangat mendalam di beberapa rekanan proyek harus mencari pinjaman uang ke bank untuk membiayai pekerjaan proyek pemerintah. Ini realita yang di alami rekan-rekan kontraktor mereka terpaksa hutang untuk bayar pekerjanya,Agar pekerjaan bisa selesai sesuai target jadwal kontraknya," tegas Helmi di hadapan awak media. (gda/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News