Menurut Gus Qoyyum, ada dua ulama Tebuireng yang selalu jadi asisten Hadratussyaikh dalam pengajian Shahihul Bukhari dan Muslim. Yaitu Kiai A Wahid Hasyim, putranya sendiri. Satunya lagi, KH Idris Kamali, santri Hadratussyaikh yang kemudian diambil menantu.
Kiai Idris Kamali, dikenal sebagai ulama alim dan zuhud. Ia banyak belajar di Makkah. Sepulang dari Makkah ia nyantri ke Hadratussyaikh di Tebuireng.
Yang menarik, ia sangat disegani kaum jin. Bahkan di Pesantren Kempek Jawa Barat, tempat Kiai Idris Kamali berasal, jika ada ribut-ribut tentang jin, begitu disebut nama Kiai Idris Kamali, jinnya langsung kabur.
Kiai Idris Kamali ini menikah dengan Nyai Azzah, salah satu putri Hadratussyaikh, dan dikarunai satu putra Gus Abdul Haq. Kiai Idris Kamali juga pernah menjadi penerus Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam mimpin pengajian Shahihul Bukhari dan Muslim di Tebuireng.
Menurut Gus Qoyyum, abahnya yakni Kiai Mansur Kholil ngaji kitab Hadits Shahihul Buchari dan Muslim langsung kepada Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Kiai Mansur selalu menulis secara detail apa saja yang disampaikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Shahihul Buchari dan Muslim yang dikajinya. Bahkan mana hadist yang diajarkan Hadratussyaikh dan mana yang diajarkan asistennya, yakni Kiai Abdul Wahid Hasyim dan Kiai Idris Kamali, diberi catatan.
Sehingga Gus Qoyyum bisa mengikuti semua catatan-catatan tentang pengajian yang diberikan langsung oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.
Menurut Gus Qoyyum, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mengajar ngaji Shahihul Buchari dan Muslim secara rutin pada bulan Ramadlan. Dalam mengkaji hadits itu Hadratussyaikh selalu mutobiqotul bab. Artinya, setiap mengkaji hadits selalu dijelentrehkan dengan kontek kekinian.
9 WALI NYANTRI DI TEBUIRENG
Gus Qoyyum juga menuturkan bahwa abahnya, Kiai Mansur Kholil, saat mondok di Pesantren Tebuireng satu kamar dengan 9 orang santri dari Banten. Nah, 9 santri ini aneh. Karena saat itu usia mereka sudah jauh lebih tua dari usia Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. “Usia mereka sudah 80 tahunan,” kata Gus Qoyum mengutip penuturan abahnya.
Yang lebih aneh lagi, tutur Gus Qoyyum, selama bulan Ramadan mereka berpuasa tapi tak pernah sahur, tak pernah berbuka dan tak pernah tidur. Kiai Mansur Kholil, abah Kiai Qoyyum, akhirnya menyadari bahwa 9 santri itu bukan santri biasa tapi 9 wali yang nyantri ke Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Karena itu Kiai Mansur Kholil dan Kiai Qoyyum pun berkesimpulan bahwa Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari itu seorang auliya’ullah yang dijaga para wali.
Sementara KH. Lukman Hakim, Mudir Bidang Pondok Pesantren Tebuireng, saat sambutan menegaskan bahwa santri Tebuireng tidak hanya harus cerdas, pandai, dan alim tapi juga harus berahlaqul karimah. Karena itu, menurut dia, jika ada alumni terlibat sesuatu yang tidak terpuji seperti korupsi, maka dia bukan santri Tebuireng. Sanksi moral dengan cara tak diakui sebagai santri Tebuireng ini tentu beban moral luar biasa bagi alumni yang paham kultur pesantren. (EM Mas’ud Adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News