BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Yuklayushi tak pernah berpikir akan menjadi seorang hakim. Perempuan 38 tahun asal Kabupaten Bangkalan ini mengaku saat kecil hanya bercita-cita jadi ibu rumah tangga, yang sibuk membesarkan anak dan mengabdi pada sang suami. Layaknya kebanyakan kaum hawa.
Dia pun bersyukur karena karirnya sebagai hakim saat ini moncer. Kini, dia menjadi salah satu hakim di Pengadilan Negeri Bangkalan, kampung halamannya.
Baca Juga: Sidang Kasus Penggelapan Oknum THL Disdag Bangkalan, Kuasa Hukum Terdakwa Sangkal Dakwaan JPU
Meski namanya tak seperti kebanyakan warga Madura, Yuklayushi memastikan bahwa dirinya asli warga Pulau Garam. "Nama saya memang khas laksana sebangsa keturunan Jepang. Padahal saya merupakan wanita muda asli kelahiran kota Dzikir dan Sholawat, pada 10 Februari 1982. Walaupun nama serupa orang Negeri Sakura, tapi saya Madura asli. Saya kelahiran Kabupaten Bangkalan, namun masa kecil dan remaja saya dihabiskan di ujung Madura, Kabupaten Sumenep," jelasnya kepada wartawan BANGSAONLINE.com, Selasa (30/6/2020).
Menjalani masa kecil di Sumenep, Yuklayushi mengawali pendidikannya di SD Bangselok I, kemudian lanjut SMPN 1 Sumenep, dan SMAN 1 Sumenep.
Ia menceritakan, perjuangannya meniti karir sebagai hakim tidak semudah yang dibayangkan kebanyakan orang. Banyak rintangan, tantangan, dan hambatan dalam perjalanan karirnya.
Baca Juga: Gugatan Perdata PT Azma Sari Manikam ke PN Bangkalan, Ketua DPD KAI Jatim Sebut Notaris Ceroboh
"Setelah lulus kuliah, saya menganggur selama tiga tahun, sambil mengikuti tes cakim (calon hakim). Alhamdulillah, setelah 3 tahun ikutan tes, saya berhasil lulus tes cakim," ujar alumni Universitas Brawijaya Malang ini.
Tiga tahun menjalani masa pendidikan cakim di Pengadilan Negeri Bangkalan, istri dari Mohammad Sukran Hijry ini mendapatkan penempatan tugas pertamanya di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Tak Terima Didakwa Pembunuhan Berencana, Kuasa Hukum Kasus Carok di Bangkalan Ajukan Eksepsi
"Untuk tugas awal saya ditempatkan di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Setelah itu saya mutasi ke PN Sumenep selama 3 tahun 3 bulan. Alhamdulillah, sekarang kembali lagi bertugas di PN Bangkalan hingga saat ini," jelasnya.
Yuklayushi mengaku sangat bersyukur dengan profesi yang dijalaninya saat ini. Dengan menjadi seorang hakim, dia ingin berbagi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, termasuk instansinya, serta bangsa, dan negara.
"Karena sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat untuk orang lain, dan amal jariyah salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Jadi insya allah saya mendapat dua duanya," ungkapnya.
Baca Juga: Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas
Dalam kesempatan ini, Yuklayushi juga menceritakan suka duka yang dialaminya selama menjadi hakim. Antara lain, takut bersikap tidak adil jika ada pihak yang merasa didzolimi. Namun dia menyadari, bahwa dalam memberikan putusan pasti ada pihak yang tidak puas.
"Oleh karenanya, saya selalu berdoa kepada Allah, semoga Allah selalu melindungi, menyelamatkan saya dalam melaksanakan tugas. Aan alhamdulillah pertolongan dan perlindungan Allah nyata kepada saya, dan seiring berjalannya waktu saya bisa melaksanakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab," jelas ibu dari 3 anak ini.
Baca Juga: Kenapa Gaya Jalan Khofifah sangat Cepat? Ini kata Pakar Bahasa Tubuh
Duka lainnya sebagai seorang hakim adalah, bahwa profesi ini mengharuskannya berpindah-pindah tempat tugas. "Saya 3 tahun di Enrekang, 3 tahun di Sumenep. Saya sebut itu duka, karena selama bertugas di luar Jawa saya berjauhan dengan keluarga," jelasnya.
Namun, dikatakannya bahwa dengan berpindah tempat tugas tersebut, ia dapat mengenal kearifan lokal daerah setempat, serta memiliki banyak kenalan dan momen bahagia saat bertugas.
"Dengan menjadi hakim kita harus siap, suka tidak suka harus siap ditempatkan di seluruh wilayah NKRI. Dan saya teringat nasihat almarhum Pakde saya yang mengatakan "selama bertugas di bumi Allah, insyaallah selamat dan bisa hidup"," terangnya.
Baca Juga: PN Bangkalan Kabulkan Praperadilan MS, Kasi Pidsus Kejari: Penyidikan Tetap Dilanjutkan
Yuklayushi menambahkan, bahwa hakim merupakan pekerjaan yang sangat berisiko, baik di dunia maupun di akhirat. "Karena Hakim adalah wakil Tuhan sesuai dengan Q.S. Shad 26. Suatu kedudukan yang amat mulia, namun sangat besar risikonya kelak di akhirat, karena atasan hakim adalah Tuhan Yang Maha Esa," pungkasnya. (ida/uzi/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News