​75 Tahun Merdeka, Mengingatkan Janji Negara

​75 Tahun Merdeka, Mengingatkan Janji Negara Suparto Wijoyo

Mengingatkan Janji Ekologis

Ungkapan Tan Malaka sengaja dikutip untuk mengenang semangat tokoh yang acapkali ditulis miring oleh sejarah bangsa ini. Ingatlah pula Perubahahan Kedua UUD 1945 (18 Agustus 2000) yang melahirkan Pasal 28H yang menjadi fondasi konstitusionalitas hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi setiap warga negara. Inilah janji ekologis yang harus dipenuhi oleh negara. Selama 75 tahun merdeka, rakyat telah menyimak hadirnya eksploitasi sumber daya alam besar-besaran selaksa kolonialisme ekologis yang menyesakkan.

Eksosistem lingkungan Republik ini terpotret dalam cengkeraman gerombolan bengis yang mencekam. Pencemaran dan perusakan lingkungan terus menggelegak. Pembakaran dan pembabatan hutan melaju di semak-semak bangsa seolah tanpa kendali. Kayu-kayu hutan dilahap dalam rentang yang memilukan, 2-3 juta hektar lenyap setiap tahunnya. Sampai berapa lama lagi jazirah Tanah Air kita masih mempunyai hutan?

Banjir dan longsor terus menerpa. Pada musim kemarau ini, beberapa daerah di Sulawesi dan Kalimantan tengah memanen banjir. Kota dan desa, pegunungan dan daratan, sawah dan ladang, hutan dan lahan seolah berbaris mewartakan derita yang menimpanya. Bencana alam terus bergulir menerpa dengan kerugian ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan pada tingkatan yang memilukan. Kini kekeringan melanda banyak wilayah dengan krisis air bersih. Peristiwa ini semakin melengkapi deret luka kemanusiaan yang tertorehkan akibat pandemi Covid-19.

Musim penghujan laksana pandom bahwa lonceng kebanjiran sedang dibunyikan untuk diterima sebagai lagu semesta. Sementara di kala kemarau, publik diwanti-wanti untuk mafhum bahwa kekeringan adalah cobaan yang harus “dinikmati” dengan penuh tawakal. Bencana hidrometeorologi yang terjadi rutin setiap tahun cukuplah dianggap sebagai ritual ekologis-klimatologis semata. Belum lagi soal bahaya narkoba, terorisme, konflik antarkampung, tawuran supporter bola, dan radikalisme. Seluruh sendi dan titik kosmis negara ini sedang bercerita begitu gamblang mengenai bencana. Kita ingatkan bersama mengenai janji negara melindungi “seluruh tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia”.

Akhirnya, kalaulah itu yang terjadi di tengah-tengah kemajuan mengisi ”jembatan emas” yang namanya merdeka, lantas apa yang bisa diperbuat? Indonesia tidak cukup hanya berubah, melainkan harus berbenah. Mari kita perkuat solidaritas, saling bergotong royong meringankan beban hidup sesama, apalagi saat susah, dengan tetaplah semangat berucap merdeka, lantas berdoa: Dirgahayu Indonesia. Semangat.

Penulis adalah Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum, dan Koordinator Magister Sains Hukum & Pembangunan Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO