MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Sidang terbuka promosi doktor Mauhibur Rokhman di Universitas Merdeka Malang yang digelar secara virtual mengungkap temun menarik sekaligus mengejutkan. Sebanyak 11 mahasiswa dan 2 staf pengajar atau dosen Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto diduga terpapar radikalisme.
Namun mereka akhirnya kembali moderat setelah melalui proses pemulihan yang panjang, termasuk daurah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
”Mereka yang terduga terpapar kembali menjadi pribadi yang moderat,” kata Dr. KH. Mauhibur Rokhman yang akrab dipanggil Gus Muhib kepada BANGSAONLINE.com usai sidang terbuka promosi tersebut, Selasa (24/8/2021).
BANGSAONLINE.com mencoba mengorek lebih jauh tentang kemungkinan mereka taqiyah, menyembunyikan keradikalannya dan pura-pura moderat. Juga apa parameter kelulusan mereka sebagai muslim moderat.
Menurut Gus Muhib, kelulusannya, selain dalam bentuk ujian dengan dibuktikan sertifikat, juga harus melewati daurah Aswaja. “Dalam daurah ini hampir mustahil taqiyah,” tegas Gus Muhib yang lulus dengan nilai Sangat Memuaskan.
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
Dalam disertasi berjudul Pencegahan Perilaku Radikal Mahasiswa di Perguruan Tinggi, Studi Realitas Sosial di Kalangan Mahasiswa Institut KH Abdul Chalim, Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur itu Gus Muhib memaparkan panjang lebar tentang radikalisme, baik secara teoritik maupun empirik hasil risetnya.
“Melihat kondisi keterpaparan, dari hasil amatan kita, kondisi yang buruk keterpaparan tersebut terjadi pada 2 tahun ajaran pertama pembukaan perkuliahan,” kata menantu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Mojokerto itu.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
(Tangkapan layar sidang terbuka promosi doktor Dr KH Mauhibur Rokhman (kanan) di Universitas Merdeka Malang yang digelar secara virtual, Selasa (24/8/2021). foto: mma/ bangsaonline.com)
Menurut Gus Muhib, keterpaparan itu juga karena kemajemukan background mahasiswa dan mahasiswi dari seluruh daerah.
“Dan belum ada mekanisme seleksi yang matang menjadi alasan kenapa keterpaparan buruk,” tegasnya.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
“Karena kondisinya buruk, maka daurah tersebut dibuat dalam format indoktrinasi dengan materi yang aplikatif dan relevan, bahkan kerja sama dengan PKPNU untuk menjamin kualitasnya,” jelas Rektor IKHAC itu.
Pada tahun berikutnya, kata Gus Muhib, materi indoktrinasi ini dibuat dalam format mata kuliah non SKS Aswaja plus halaqah pendalaman materi keislaman (tafsir, hadith, tauhid, tasawuf, sejarah, dan fikih) yang bahkan diampu langsung oleh Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim.
Gus Muhib juga mengungkapkan bahwa dari riset yang ia lakukan terungkap bahwa sisi finansial mahasiswa juga berpengaruh terhadap rentannya keterpaparan.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
“Selain faktor kedangkalan pemahaman agama, keterpaparan paham radikalisme juga sebab faktor sosial ekonomi,” katanya.
“Ini mengapa di kampus juga diajarkan mata kuliah penunjang soft skill seperti IT, akuntansi, dan bahasa Arab plus Inggris. Lebih dari itu, pembina Institut melalui lembaga dibawah beliau juga memberikan kesempatan berkarir bagi mahasiswa atau lulusan yang berkompeten,” tambahnya.
Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga
(Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. saat ikut menguji Gus Muhib. foto: bangsaonline.com)
Yang juga menarik, salah satu penguji Gus Muhib adalah Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. yang tak lain mertuanya. Kiai Asep menguji menantunya itu juga secara virtual.
Kepada BANGSAONLINE.com, Kiai Asep mengungkapkan bahwa salah satu penyebab 11 mahasiswa IKHAC terindikasi terpapar radikalisme karena kurang selektifnya PWNU yang memberikan rekomendasi.
Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan
“Para mahasiswa itu kan beasiswa dari seluruh Indonesia,” kata Kiai Asep. Salah satu syarat mendapat beasiswa di IKHAC, kata Kiai Asep, harus mendapat rekomendasi dari PWNU di daerahnya masing-masing. "Mereka seharusnya lebih selektif, jangan asal memberi rekomendasi," katanya.
Menurut Kiai Asep, peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi semua pondok pesantren, bukan hanya Amanatul Ummah. Bahwa ada upaya dari pihak luar untuk memasukkan doktrin kepada para mahasiswa, termasuk mahasiswa di lingkungan pondok pesantren.
Doktrin itu, kata Kiai Asep, bukan hanya berupa paham radikal tapi juga paham lain yang bukan Aswaja. Bahkan, menurut Kiai Asep, bukan hanya paham tapi juga politik. Ia mencontohkan tiba-tiba ada kantor sekretariat GMNI di sekitar Kampus IKHAC. Padahal, kata Kiai Asep, Kampus IKHAC jelas basis NU atau Aswaja.
Baca Juga: Kiai Asep Tebar Keberkahan, Borong Dagangan di Pasar Dinoyo sampai Warga Mantap Pilih Mubarok
Karena itu, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu kini mengaku terus waspada dan selalu mengawasi secara ketat aktivitas mahasiswa IKHAC. Selain itu Kiai Asep istiqamah memberi pengajian kepada para mahasiswa, terutama untuk menanamkan doktrin Aswaja.
Dr Gatot Sujono, Sekjen Pergunu yang mengikuti acara promosi doktor tersebut juga memberi komentar. Menurut dosen IKHAC itu, disamping faktor keragaman asal-usul mahasiswa, ketidakketatan seleksi PWNU, juga pengaruh interaksi mahasiswa dengan lingkungan sekitar kampus yang rentan memapari mahasiswa dengan berbagai ideologi, termasuk radikalisme.
Kabarnya disertasi Gus Muhib ini sudah dilirik penerbit buku untuk diterbitkan. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News