Rahasia Mufaraqah Kiai As’ad pada Gus Dur

Rahasia Mufaraqah Kiai As’ad pada Gus Dur M Mas'ud Adnan. Foto: BANGSAONLINE.com

Oleh: M Mas'ud Adnan --- Presiden ke-4 () telah 12 tahun meningggalkan kita. Pada 30 Desember 2021 semua elemen bangsa memperingati 12 tahun wafatnya cucu pendiri NU Hadratussyaikh KHM Asy'ari yang pernah menjabat ketua umum PBNU tiga periode itu. 

Nah, untuk mengenang - panggilan akrab , BANGSAONLINE.com menurunkan kembali tulisan M Mas'ud Adnan, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair yang kini CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com. Selamat menikmati:

"Saya kalau Lihat Wajah , yang Tampak Wajah Hadratussyaikh KHM. Hasyim Asy'ari"

(RKH. As'ad Syamsul Arifin)

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sekitar lima tahun setelah Muktamar NU ke-27 di , merebak berita di media massa bahwa KHR As’ad Syamsul Arifin (memisahkan diri) dari kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid () sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Padahal Kiai As’ad inilah pendukung utama saat terpilih sebagai Ketua Umum PBNU bersama KH Ahmad Shidiq sebagai Rais Aam Syuriah PBNU pada Muktamar tahun 1984 di pesantren yang diasuhnya, yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Jawa Timur.

Kiai As’ad , di antaranya, karena jadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). "Ketua NU kok jadi pimpinan ketoprak," kata Kiai As'ad.

Kiai As’ad juga karena jadi juri festival film dan membuka Malam Puisi Yesus Kristus dan dianggap membela Syiah. Namun pada acara “ Diadili 200 Kiai” di Pesantren Darut Tauhid Cirebon pada 8-9 Maret 1989, putra KH A Wahid Hasyim yang bernama asli Abdurrahman Ad-Dakhil itu menjawab dengan cerdas semua yang diresahkan para kiai, termasuk Kiai As’ad.

Menurut , aktif dalam bidang kesenian bagian dari dakwah. Apalagi saat itu film-film bioskop dipenuhi film semi porno yang terkenal dengan istilah sekwilda (sekitar wilayah dada) dan bupati (buka paha tinggi-tinggi).

Memang, saat jadi juri festival film itu mulai terjadi perubahan. Nominator dan pemenang film sangat ketat. dan para juri film menyingkirkan film-film picisan penuh bumbu seks. Yang diangkat sebagai nominator dan pemenang adalah film yang memenuhi standar seni dan berkualitas.

juga menjelaskan soal isu “Assalamu’alaikum” diganti “Selamat Pagi”. Menurut , secara budaya dalam pergaulan sehari-hari “Assalamu’alaikum” memang boleh saja diganti “Selamat Pagi”. Tapi, kata Gus Dur, jangan lupa bahwa secara syariat Assalamu’alaikum itu bagian dari salat sehingga tak sah salatnya jika tanpa Assalamu’alaikum, apalagi diganti selamat pagi. Nah, dalam berita yang dimuat Majalah Amanah, pernyataan bahwa “secara syariat Assalamu’alaikum bagian dari salat yang tak boleh ditiadakan atau diganti” terpotong sehingga seolah-olah memperbolehkan Assalamu’alaikum diganti dengan Selamat Pagi. Maka, publik pun geger.

Namun Kiai As’ad sejatinya bukan karena pemikiran yang kontroversial. Tapi karena sangat kritis terhadap pemerintahan Orde Baru, terutama Soeharto.

“Saya memilih (memisahkan diri), tetap di satu masjid, tapi tidak mau jadi makmum. Ya, bagaimana, wong ketika salat imamnya kentut atau kelihatan ‘anu’-nya. Masak saya mau makmum juga,” kata As'ad bertamsil seperti dilaporkan Tempo edisi 2 Desember 1989.

Warga NU pun gempar. PBNU mengutus KHM Yusuf Hasyim, Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang untuk tabayun (klarifikasi) ke Kiai As’ad. adalah putra Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari yang saat itu Wakil Rais Syuriah PBNU.

merekam semua pembicaraan Kiai As’ad saat tabayun. Ternyata apa yang muncul di media massa berbeda sekali dengan sikap asli Kiai As’ad. Intinya, Kiai As’ad tetap bersama dan PBNU. “Iya ya..” demikian salah satu penggalan pernyataan Kiai As’ad dengan nada tinggi dalam rekaman itu ketika Kiai Yusuf minta Kiai As’ad jangan .

Saya (penulis artikel ini) masih ingat, merekam pembicaraan Kiai As’ad itu pakai tape recorder merk Sony. Saya tahu karena santri Tebuireng yang juga diminta ikut mendengarkan hasil rekaman itu.

memang punya kebiasaan merekam pidato penting dan pembicaraan penting, termasuk pidatonya sendiri. Pidato itu diperdengarkan kepada para santri, terutama santri-santri senior.

juga sering mengajak para santri senior – terutama yang gemar menulis di media massa, termasuk saya – untuk berdiskusi. Tema utamanya selalu politik dan umat Islam.

KH Muchith Muzadi juga pernah tabayun ke Kiai As’ad soal itu. Kiai Muchith, yang merupakan kakak kandung KHA Hasyim Muzadi, adalah salah satu pelaku sejarah Muktamar NU ke-27 di . Sama dengan Kiai Hasyim Muzadi, Kiai Muchith akrab dengan KH Ahmad Shidiq dan Kiai As’ad Syamsul Arifin. Kiai Muchith inilah yang mengetik naskah khittah 26 yang dikonsep KH Ahmad Shidiq.

Pengakuan Kiai Muchith itu saya dengar sendiri saat bertemu di kantor PWNU Jawa Timur Jalan Darmo 96 Surabaya. Saat itu saya tiap hari ke kantor PWNU karena tercatat sebagai pengurus lembaga, terutama saat KHA Hasyim Muzadi dan KH Ali Maschan jadi Ketua PWNU Jatim. Saya Bendahara LTNU PWNU, lalu Wakil Ketua Balitbang PWNU Jatim.

Jika Kiai Muchith Muzadi ke kantor PWNU, teman-teman pengurus NU yang masih muda biasanya ngobrol santai. Saat itulah Kiai Muchith cerita tentang NU, termasuk soal Kiai As'ad.

“Begitu saya mendengar Kiai As’ad ke , saya ke . Saya langsung masuk ke kamar Kiai As’ad. Gak ada orang yang berani masuk ke kamar pribadi Kiai As’ad. Tapi saya masuk,” kata Kiai Muchith Muzadi kepada saya dan beberapa teman aktivis NU di kantor PWNU Jawa Timur saat itu.

“Saya matur. Kiai, kalau dianggap keliru, seharusnya dipanggil dan dinasihati. Jangan bicara di koran,” kata Kiai Muchith Muzadi kepada Kiai As’ad.

Ternyata respons Kiai As’ad mengejutkan. “Mana saya berani. Saya kalau lihat wajah , yang muncul wajah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari,” kata Kiai As’ad seperti ditirukan Kiai Muchitz.

Kiai As’ad, kata Kiai Muchith, juga mengatakan manuver itu politik tingkat tinggi. Yaitu untuk menyelamatkan . “Karena mau dibunuh oleh penguasa Orde Baru,” kata Kiai As’ad kepada Kiai Muchith.

Jadi, Kiai As’ad pura-pura marah kepada itu justru untuk menyelamatkan cucu Hadratussyaikh itu. Dengan berlagak marah, Soeharto akan beranggapan bahwa sikap para kiai NU ternyata tak sama dengan sikap kritis . Dengan demikian, Soeharto merasa aman.

KH Khotib Umar, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Sumber Wringin Jember Jawa Timur, juga mengaku tabayun kepada Kiai As’ad. Kiai Khotib Umar menyampaikan itu kepada saya dan rombongan saat sowan ke kediamannya di Jember.

Menurut dia, Kiai As’ad saat itu sedang bermain politik tingkat tinggi. “Ketika saya tanya kenapa , Kiai As’ad menjawab, itu untuk menyelamatkan , karena mau dibunuh oleh penguasa Orde Baru,” kata Kiai Khotib Umar menirukan jawaban Kiai As’ad. Karena itu, jangan heran jika Kiai As’ad tidak pernah mengajak orang lain untuk kepada .

Sebagai wartawan, saya juga pernah berusaha mewawancarai Kiai As’ad. Saya datang ke Pondok Pesantren Sukorejo . Saya menunggu kiai kharismatik itu sekitar enam jam. Ternyata yang menemui saya Syahrowi Musa, yang mengaku sebagai juru bicara Kiai As’ad. “Tulis saja apa yang saya katakan. Nanti dalam berita itu tulis bahwa yang bicara itu Kiai As’ad,” katanya.

Menurut dia, kepada media lain juga begitu. Maksudnya, dia yang bicara kepada wartawan, tapi dalam berita ditulis Kiai As’ad sebagai narasumber. “Saya yang bicara tapi ditulis atas nama Kiai As’ad,” kata Syahrowi Musa. Wallahu’alam bisshawab.

*Penulis, Alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair yang kini Owner HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com

Lihat juga video 'Mobil Pikap Pengangkut Cabe Terguling di Jalur Pantura Situbondo':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO