Mbah Liem Minta Uang, Gus Dur: Katanya Wali, Kok Minta Uang

Mbah Liem Minta Uang, Gus Dur: Katanya Wali, Kok Minta Uang KH Muslim Rifai Imampuro (Mbah Liem), kiai kharismatik, pengasuh Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Klaten, Jaw Tengah. Foto: Foto: laduni.id

“Siapa yang wali. Sampean itu yang wali,” kata kepada .

“Ayo saya diberi uang,” desak . tak bisa mengelak.

Laa ya’riful wali illal waali. Tak ada yang tahu seseorang itu wali, kecuali seorang wali. Artinya, sesama walinya.

Kembali ke . Adik kandung itu mendapat amanah memimpin Pesantren sejak 2006. menggantikan KH Muhammad Yusuf Hasyim yang akrab dipanggil Pak Ud. Tampaknya sendiri yang punya inisiatif memilih sebagai penggantinya. Tentu atas persetujuan keluarga Bani Hasyim atau keluarga besar para dzurriyah Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari.

Saya tahu itu karena saya termasuk alumni Pesantren yang diundang dalam rapat alumni yang dipimping langsung oleh . Saat itu rapat di Ndalem Kasepuhan Pesantren .

Namun rapat alumni tidak determinan, karena sekedar memberi masukan dalam suksesi kepemimpinan pengasuh pesantren. Yang menentukan adalah para dzuriyah. Tapi alumni selalu dimintai pendapat. Termasuk soal program pesantren ke depan.

Sejak masih nyantri di saya sering hadir dalam pertemuan terbatas yang dipimpin . Saat itu saya masih duduk di Madrasah Aliyah. Saya terlibat dalam pertemuan itu karena saya aktif menulis di surat kabar dan majalah. sangat senang kalau ada santri bisa menulis di media massa. Bahkan sering diajak diskusi, terutama tentang masalah politik, NU, pesantren dan masalah nasional lainnya.

Saya paling yunior. Hanya ikut-ikutan. Santri senior yang paling sering diajak diskusi adalah Muhammad Luqman Hakiem yang kini jadi kiai sufi di Jakarta. Selain Kiai Lukman Hakiem, juga Cholidy Ibhar, penulis produktif yang pernah jadi anggota DPRD. Kini Kiai Cholidy tinggal di Jawa Tengah.

Kiai Lukman dan Kiai Cholidy adalah senior saya. Dua-duanya penulis produktif sejak masih menjadi santri di . Bahkan saya tertarik belajar menulis karena terinspirasi Kiai Cholidy Ibhar.

Biasanya, dalam berbagai pertemuan itu, selalu didampingi Gus Riza Yusuf Hasyim, salah seorang putranya.

Saat rapat suksesi kepemimpinan Pesantren itu minta para alumni mengusulkan calon pengasuh . Saat itu ada dua calon menonjol yang diusulkan. Yaitu dan . Para alumni tampaknya banyak memilih . Maklum, tokoh nasional sangat populer.

Tapi cenderung memilih . Salah satu alasannya, sulit fokus ke Pesantren karena faktor kesibukannya sebagai tokoh nasional.

Yang membuat hati saya tersentuh, menyatakan akan segera pindah dari ndalem kasepuhan Pesantren yang sudah ditempati berpuluh-puluh tahun.

“Nanti kalau pengasuh pesantren yang baru sudah terpilih, saya harus pindah dari sini (ndalem kasepuhan),” demikian kira-kira inti pernyataan .

Saya sempat menimpali mengingat adalah kiai sepuh di . Masak harus pindah. menjawab. “Ya. Anak-anak saya juga tak boleh tinggal di sini,” tambahnya.

akhirnya pindah kediaman pribadinya di Cukir, tak jauh dari Pesantren . Tradisi iffah di Pesantren memang luar biasa.

Tapi benarkah awalnya menolak untuk diminta jadi pengasuh Pesantren ? (M Mas’ud Adnan/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO