JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ternyata Joko Widodo (Jokowi) sangat gusar namanya masuk finalis presiden terkorup dan pelaku kejahatan terorganisasi yang dirilis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Presiden RI ke-7 itu gusar karena tak ada satu pun pimpinan partai politik besar membela dirinya. Bahkan berkomentar pun tidak mau.
Satu-satunya partai yang membela Jokowi adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diketuai Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi. Tentu sangat tak signifikan. Apalagi PSI tak punya kursi di DPR RI.
Baca Juga: Tindaklanjuti OCCRP, Ray Rangkuti Cs Laporkan Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarganya ke KPK
Padahal saat Jokowi menjabat presiden, pimpinan partai-partai besar itu menjadikan Jokowi sebagai patron politik mereka.
Begitu juga Presiden Prabowo Subianto, yang dalam Pilpres menjadi “teman seiring” Jokowi. Ketua Umum Partai Gerindra itu tampak tak peduli. Bahkan sedikit pun Prabowo tak berkomentar ke publik, apalagi membela Jokowi. Informasi dari internal Gerindra malah menyebut bahwa Prabowo memang membiarkan wacana OCCRP itu berjalan apa adanya.
Itulah poin-poin penting hasil investigasi Bocor Alus Tempo terbaru berjudul: Cara OCCRP Menjaring Nama Jokowi Presiden Terkorup dan Sikap Prabowo Subianto. Obrolan para wartawan Tempo tentang OCCRP dan sikap Prabowo itu diupload Sabtu (11/1/2025).
Baca Juga: Bupati Gresik Ingatkan Dispendik Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis
Nah, dari kasus OCCRP itu akhirnya terkuak bahwa Jokowi sekarang mulai ditinggalkan Prabowo dan para pimpinan partai politik. Termasuk pimpinan parpol yang selama ini menjadi loyalis Jokowi. Bahkan selalu memuji Jokowi.
Tampaknya para pimpinan parpol itu mencermati “gelagat politik” Presiden Prabowo. Jika Prabowo membela Jokowi maka mereka akan koor atau rame-rame membela. Tapi jika Prabowo tidak bereaksi, diam atau tak membela Jokowi maka mereka pilih tiarap. Dan itulah yang terjadi.
Para pimpinan parpol yang secara politik sangat pragmatis memang pandai mencium arah angin (meminjam istilah Mahbub Junaidi). Apalagi sekarang Jokowi tanpa mahkota alias tak menjabat presiden.
Baca Juga: Said Didu Beberkan Alasan Jokowi Masuk Finalis Pemimpin Terkorup Versi OCCRP
“Sekarang matahari itu Prabowo,” kata seorang wakil ketua umum parpol loyalis Jokowi yang kini jadi menteri.
“Kontrak politik itu kan per episode. Kontrak politik dengan Pak Jokowi sudah selesai. Sekarang kontrak politik dengan Pak Prabowo,” kata politisi partai loyalis Jokowi yang lain sambil tertawa.
Prabowo dan pendukungnya, baik di internal Gerindra maupun para purnawirawan perwira tinggi TNI, memang tak ingin ada matahari kembar. Jokowi yang terkenal dengan politik cawe-cawenya mulai diwaspadai para pendukung Prabowo.
Baca Juga: Sulit Periksa Jokowi, Pukat UGM: Bisa Dimulai dari Kasus Kaesang
Apalagi ditengarai bahwa Jokowi akan mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, running pilpres pada 2029. Bahkan sudah muncul buku berjudul Gibran the Next President. Buku itu sempat heboh karena diluncurkan di Solo pada Jumat 14 Juni 2024. Jauh sebelum Prabowo dilantik sebagai presiden.
Seorang purnawirawan jenderal bercerita. Saat Jokowi lengser dan mau pulang ke Solo, Prabowo dengan penuh hormat mempersiapkan pesawat khusus. Yaitu pesawat TNI AU. Untuk menerbangkan Jokowi ke Solo. Bahkan Prabowo ikut mengantar Jokowi dan Iriana sampai ke tangga pesawat.
“Ternyata besoknya dia (Jokowi) sudah ada di Jakarta,” kata sang jenderal masgul.
Baca Juga: Ini Alasan Jokowi Masuk Finalis Tokoh Terkorup 2024 Versi OCCRP
Secara tersirat cerita itu menunjukkan betapa mereka mulai kecewa terhadap Jokowi. Terutama karena Jokowi terus melakukan manuver politik. Sehingga cenderung “mengganggu” konsentrasi pemerintahan Prabowo yang ingin merealisasikan janji-janji kampanyenya. Apalagi banyak sekali “peninggalan proyek Jokowi” yang mau tak mau menjadi “residu politik” bagi Prabowo. Residu politik itu menjadi beban berat bagi Prabowo. Diantaranya IKN, PSN PIK 2 dan banyak lagi.
Celakanya - seperti umumnya proyek-proyek mercusuar – peninggalan Jokowi itu banyak bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan rakyat secara umum. Otomatis sangat berpengaruh terhadap legitimasi dan kredilitas pemerintahan Prabowo. Artinya, jika Prabowo membela Jokowi dalam kasus OCCRP, maka publik akan menganggap bahwa pemerintahan Prabowo tak ada bedanya dengan pemerintahan Jokowi yang oleh OCCRP dimasukkan sebagai finallis presiden terkorup dan terlibat kejahatan terorganisasi.
Apalagi Prabowo banyak sekali melontarkan retorika politik ke publik terkait pemberantasan korupsi. Salah satu pidatonya yang menghebohkan Prabowo berjanji akan mengejar koruptor sampai Antartika. Tak aneh jika banyak kritik ketika Prabawo mewacanakan pengampunan koruptor secara diam-diam.
Baca Juga: Tak Khawatirkan Deforestasi, Organisasi Lingkungan Sebut Prabowo Antisains
Kini stempel tokoh terkorup dan bayang-bayang kejahatan terorganisasi itu membuat Jokowi lunglai. Memang, Jokowi dan para pendukungnya mempertanyakan: apanya yang dikorupsi.
Tapi jangan lupa OCCRP adalah lembaga internasional yang kredibitasnya diakui berbagai negara. Otomatis OCCRP tak sembarangan menganugrahkan gelar pada tokoh dari berbagai negara.
Yang dicatat OCCRP – berdasar penilaian juri dan para jurnalis investigasi – bahwa Jokowi dipandang sebagai presiden yang melemahkan KPK dan melanggar konstitusi terkait diloloskannya Gibran sebagai calon wakil presiden. Itu masuk bagian dari kejahatan terorganisasi.
Baca Juga: Masuk Nominasi Tokoh Kejahatan Terorganisir dan Terkorup Dunia 2024, Jokowi Minta Dibuktikan
Yang juga menarik, perubahan drastis dukungan terhadap Jokowi juga terjadi di kalangan buzzer. Para buzzer besar – seperti hasil analisis Drone Emprit – sudah tak mendukung Jokowi. Buzzer-buzzer yang viewernya besar justru pro OCCRP. Jokowi hanya dibela buzzer-buzzer kecil yang baru muncul yang nota bene viewernya juga kecil.
Perubahan drastis dan besar dukungan itu seyogyanya menyadarkan Jokowi. Termasuk ambisi politik ingin menjadikan Gibran sebagai capres 2029. Apalagi kapasitas Gibran sangat tak memadai. Lihat saja dalam tiga bulan menjabat wapres (Prabowo-Gibran dilantik 20 Oktober 2024). Ia menjadi bulan-bulanan publik. Bahkan pidato Gibran jadi tertawaan publik dan meme di media sosial.
Saat hadir pada acara Fatayat NU Gibran menyampaikan pidato yang membuat publik tertawa geli karena menyebut para kiai dengan diksi para-para kiai, para-para bu nyai. Padahal diksi “para” itu sudah menunjukkan jamak, orang banyak. Tak perlu diulang menjadi para-para.
Baca Juga: Kabar Buruk Indonesia, Jokowi Masuk Tokoh Dunia Terkorup 2024 Versi OCCRP
Wallahua’lam bisshawab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News