JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan dikeluarkan oleh Presiden RI harus dipertimbangkan dan dikaji secara matang, khususnya terkait istilah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Masalah kebiri dan pasang chip bagi pelaku kalau dilakukan, siapa yang akan mengawasi.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaunan Daulay, dalam diskusi “Yuyun, Kebiri dan Hukuman Mati” di DPR, Kamis (12/5).
Baca Juga: Terseret Dugaan Kasus Penyekapan dan Pemerkosaan Pada Buzzernya, Ketua PSI Jakbar Mengundurkan Diri
Menurut dia, kejahatan luar biasa itu menurut UU harus terkait dengan situasi dan kegentingan yang memaksa, sehingga Presiden RI berhak mengeluarkan Perppu.
“Jadi, harus dengan pertimbangan yang matang, meski itu hak Presiden. Perppu itu dikeluarkan juga harus ada UU terkait sebelumnya, seperti soal kebiri. Kebiri kan belum ada UU-nya. Kecuali, kalau yang dimaksud untuk mengganti UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (PA), maka Perppu kebiri tersebut bisa dimasukkan ke dalam revisi UU PA itu, karena Perppu itu mengadopsi UU yang sudah ada,” tegas politisi PAN itu seperti dikutip poskotanews.
Selain UU PA juga ada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU PKS masuk Prolegnas 2015-2016 di urutan ke 167 dari 169 RUU Prolegnas. Masyarakat juga mendesak segera sahkan RUU PKS tersebut.
Baca Juga: Kasus Pencabulan Belasan Santri di Trenggalek, Polisi Segera Lakukan Gelar Perkara
“Jadi, jangan sampai terjadi tumpeng-tindih dengan RUU PKS dan UU PA, sehingga harus disingkronkan terlebih dulu. Yang penting ada payung hukum untuk menindak penjahat seksual,” tambahnya.
Sebab UU No.35 tahun 2014 yang sudah disahkan saja, kata Partaunan, PP (Peraturan Pemerintah)-nya belum ada. Jadi, untuk apa mengesahkan UU yang baru, kalau tidak ada PP-nya, karena UU itu nanti tidak bisa dijalankan di masyarakat.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah belum maksimal dalam merespon isu-isu kejahatan seksual anak. Tapi, kalau Perppu kebiri ini didukung secara nasional, DPR pasti mendukung,” ungkapnya.
Baca Juga: Bejat! Ustaz Berusia 48 Tahun Tega Cabuli Siswi SD di Pamekasan
Hanya saja kalau pemberatan itu sampai terjadi disfungsi seksual, berarti melanggar kode etik kedokteran. Sedangkan untuk suntik sekali biayanya Rp 700 Ribu – Rp 7 juta.
“Kalau dipenjara 5 tahun, setiap 3 bulan disuntik, maka membutuhkan biaya sekitar Rp 20 juta. Sementara untuk operasi testis biayanya Rp 20 – Rp 40 juta.
Namun ada usul suntik kebiri itu dilakukan ketika si penjahat kelamin itu dilepas dari tahanan, bukan saat berada dalam tahanan.
Baca Juga: Perkosa Bergilir Teman Wanita saat Mabuk, 4 Remaja di Tangerang Dijadikan Tersangka
Menurut dia, kalau Chip, berapa yang dibutuhkan, dan siapa yang memantau? Semua itu harus dikaji dengan matang,” jelas Partaunan.
Yang terpenting lagi, kata Partaunan, adalah perlindungan terhadap korban, di mana soal keperawanan atau virginitas di Indonesia itu merupakan sesuatu yang sakral, suci dan disucikan. Terlebih korban akan menderita seumur hidup, sehingga bisa rehabilitasi dibutuhkan untuk masa depannya, untuk itulah negara harus hadir. “Saya mengusulkan ada denda Rp 100 juta atau lebih,” pungkasnya.
Anggaran untuk pemberdayaan dan perlindungan anak dan perempuan mencapai Rp 202 miliar, dan untuk KPAI Rp 12 miliar. Kini dinaikkan menjadi Rp 1 triliun, tapi dipotong pemerintah Rp 500 miliar.
Baca Juga: Dewan Minta Polisi Sebarkan Foto 6 DPO Pemerkosa Gadis 13 Tahun Lewat Medsos
Di tempat terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan bahwa sanksi kebiri tidak diberikan kepada semua pelaku kejahatan seksual. Sanksi itu hanya menyasar pelaku yang terbukti mengulangi perbuatannya.
Menurut dia, ada beberapa pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman kebiri kepada pelaku. "Dia (sifatnya) hanya hukuman tambahan dan dilihat faktanya," kata Yasonna, Kamis (12/5).
Yasonna mengatakan, hukuman kebiri tak akan dipukul rata untuk pelaku kekerasan seksual yang terbukti bersalah. Tambahan hukuman kebiri baru diberikan jika pelaku melakukan kejahatan seksual itu berulang. “Tindakan kebiri diambil melalui kebiri medis," kata Yasonna.
Baca Juga: Hasil Visum Gadis yang Diperkosa 9 Orang Beda, Dewan Geruduk RSUD Sampang
Presiden Joko Widodo, kata Yasonna, telah memberikan arahan yang jelas tentang kebutuhan ini. Perppu akan mengatur secara gamblang perlindungan anak dari kejahatan seksual.
Menurut Yasonna, anak-anak sedari dini perlu diberikan pendampingan secara psikologis mengenai hal-hal yang dianggap mengancam dan berpotensi menimbulkan kekerasan seksual. Pendampingan juga perlu dilakukan pada pelaku yang masih di bawah umur.
"Terapi kejiwaan, terapi medis harus dilakukan. Bukan kebiri untuk anak-anak, pas keluar terapi juga didampingi supaya tidak jadi persoalan," kata Yasonna. (tim)
Baca Juga: Gadis 13 Tahun di Sampang Jadi Korban Pemerkosaan 9 Orang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News