Dampak Broken Home Terhadap Psikologis Anak

Dampak Broken Home Terhadap Psikologis Anak Ilustrasi

Oleh: Izzul Fiqri*

RUMAH tangga merupakan kantong rahimnya keluarga. Yakni, tempat tumbuh kembang anak, salah satunya dalam menghadapi masa depan yang akan datang. Tidak dapat dipungkiri juga anak akan mengalami proses tumbuh kembang yang baik dan normal karena faktor kedua orang tua.

Di sini pentingnya peran orang tua dalam menjaga keharmonisan keluarga demi menjaga stabilitas kejiwaan anak. Akan tetapi sebaliknya, apabila orang tua sudah tidak harmonis lagi, bahkan sampai berujung perceraian, anak juga akan terkena dampaknya. Beberapa anak yang orang tuanya bercerai mengalami labilitas dalam perilaku hidup secara kejiwaannya. Biasanya si anak akan sering marah-marah dan kurang percaya diri, bahkan sampai dia menganggap harga dirinya rendah tehadap lingkungan. Hal ini wajar, sebab bagaimanapun, anak merupakan sosok duplikasi dari kedua orang tuanya. 

Sesungguhnya dampak perceraian pada anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua perlu memahami dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.

Selain gangguan psikologis pada anak akibat perceraian orang tuanya, adapun dampak psikologis yang disebabkan ketidakharmonisan meski tidak berujung perceraian. Gangguan psikologis itu di antaranya, anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan, anak merasa terjepit di tengah-tengah karena dalam hal ini anak sulit sekali dalam memilih ayah atau ibu, juga, anak bakal sering kali mempunyai rasa bersalah.

Sedangkan gangguan psikologis anak yang dapat terjadi setelah terjadinya perceraian yaitu, anak akan merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Bahkan bisa saja dia menganggap tidak ada orang yang dapat diteladani dari salah satu kedua orang tuanya.

Dan apabila perceraian telah terjadi, sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orang tuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik sebisa mereka lakukan, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya.

Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya.

Orang tua harus tetap menguasai emosi, perasaan, maupun pikiran. Meski orang tuanya telah berpisah, bukan berarti si anak hanya boleh memilih satu orang tua saja. Pasalnya bagaimanapun juga anak masih butuh ayah dan ibu. Jadi jangan putuskan hubungan anak dengan sosok salah satunya.

Dan di sini, butuh pula kepekaan orang tua untuk mengerti apa yang dibutuhkan seorang anak akan perasaannya. Orang tua yang memiliki hak asuh anak boleh memberitahukan tentang pasangannya, namun bukan berarti menjelek-jelekkan satu sama lain. Kalau kita memburuk-burukkan mantan pasangan, anak akan berada dalam posisi dituntut untuk memilih salah satunya, baik itu memilih seorang ibu atau ayahnya. Biarkan mereka melihat dan tahu sendiri sehingga bisa mengambil keputusan sendiri.

Dan dampak lain dari perceraian juga dapat menimbulkan stress dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenisnya. Menurut psikiater dari amerika serikat (AS) Thomas Holmes dan Richard Rahe yang meneliti tingkat stress pada manusia, perceraian adalah penyebab stress kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup. Konflik yang terjadi pada kedua orang tua sudah pasti akan berimbas kepada anak-anak mereka.

*Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang (izzularies51@gmail.com)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO