Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (10): Mahasiswa Unesa 'Nyantri' di Pesantren Bureng

Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (10): Mahasiswa Unesa KH Mas Abdul Hamid Sya’roni, biasa disapa Abah Hamid, Pengasuh Ponpes Bureng, berpose di depan akses masuk ke pesantren dari Jalan Ketintang. foto: YUDI ARIANTO/ BANGSAONLINE

BELUM ditemukannya data terkait tahun berdirinya Ponpes Bureng ini, tidak menafikan keberadaannya sebagai salah satu pesantren tertua di Surabaya. Meski bangunan pesantren sudah mengalami renovasi tahun 1985, bangunan lain seperti masjid serta rumah induk yang dulunya dihuni oleh keluarga pendiri pesantren masih menampakkan keasliannya.

“Begitu bersejarahnya, sampai-sampai sekelas KH Hasyim Asy’ari serta KH Wahab Hasbullah juga pernah singgah di Ponpes Bureng ini untuk sowan (silaturahmi) ke KH Ahmad Marzuki,” ucap KH Mas Abdul Hamid Sya’roni, Pengasuh Ponpes Bureng yang juga cicit KH Ahmad Marzuki, Pendiri Ponpes Bureng.

Pondok Pesantren Bureng ini beralamat lengkap di Jl Karangrejo VI Masjid II No. 2-4, RT 07/RW 02, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya. Karena masih satu komplek dengan Masjid Bureng (At Taqwa), untuk masuk ke pesantren dari Jalan Ketintang juga melalui Gang Karangrejo VI Masjid II, kalau dari Jalan Jetis melalui Gang Karangrejo VI Masjid I.

Bangunan Ponpes Bureng memiliki dua buah gedung yang masing-masing berkapasitas 30 santri. Gedung A memiliki 9 kamar hanya satu lantai, meski masih dalam tahap renovasi menjadi dua lantai. Sedangkan gedung B yang sedang dalam tahap renovasi dan berlantai tiga ini juga berisi sebanyak 30 santri.

“Jadi total santri yang mondok saat ini sebanyak 60 orang,” ungkap Abah Hamid, sapaan khasnya.

Sepeninggal KH Ahmad Marzuki, regenerasi Ponpes Bureng banyak mengalami perubahan, khususnya setelah tahun 1970-an. Sebelum tahun itu, para santri berasal dari masyarakat sekitar Kecamatan Wonokromo khususnya Kelurahan Wonokromo. Ada juga yang berasal dari luar kota seperti Ponorogo, Pacitan dan sebagainya.

Memasuki tahun itu (1970), trennya menjadi lain. Meski bukan pesantren mahasiswa, yang menjadi santri Ponpes Bureng waktu itu adalah para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di IAIN, sekarang menjadi UINSA Surabaya. Ada juga mahasiswa yang berasal dari IKIP, yang sekarang berganti nama menjadi Unesa Surabaya.

“Karena pada jaman dulu masih banyak sawahnya, maka para santri yang banyak berasal dari IAIN (UINSA) jalan kaki tidak merasa jauh. Setelah Surabaya menjadi kota metropolitan, trennya berubah dari mahasiswa UINSA menjadi Unesa sampai sekarang,” ungkap KH Mas Muhammad Zaini Mahmud, cucu KH Ahmad Marzuki, Pendiri Pondok Pesantren Bureng ini.

Ingin Tetap Lanjutkan Tradisi Mondok

Sebut saja Muhammad Said Wafi, lelaki kelahiran Gresik 21 tahun lalu ini adalah salah satu dari 60 santri yang mukim (mondok) di pesantren Bureng. Said, sapaan akrab Muhammad Said Wafi memiliki alasan tersendiri mau mendalami ilmu agama di Ponpes Bureng.

“Awalnya memutuskan untuk mondok di Bureng ini karena orang tua menginginkan saya untuk mondok lagi disamping kuliah,” jelas alumni Madrasatul Quran, Tebuireng, Jombang ini.

Informasi tentang Ponpes Bureng ini ia dapat dari mahasiswa Unesa yang bertemu saat pendaftaran, yang kebetulan seorang santri Bureng. Kemudian, diantarlah Said bersama orang tuanya untuk melihat-lihat Ponpes Bureng.

“Sebelumnya, setelah diterima menjadi mahasiswa Unesa, saya juga mencari-cari informasi terkait pesantren sekitar Kampus Unesa,” tandasnya.

Meski jarak dari pesantren menuju kampusnya sekitar 2 km, ia pun tidak keberatan untuk jalan kaki pergi pulang setiap harinya. Ia merasa cocok di Ponpes Bureng karena sudah tiga tahun ini menjadi santri Bureng. Menurutnya lingkungan serta kegiatan-kegiatan yang ada di Ponpes Bureng sudah cocok, sesuai apa yang ia inginkan.

Tujuan kita di sini juga terealisasi, di samping kuliah bisa lancar juga bisa mengaji kitab di pesantren. “Menurut saya mondok di sini (Bureng) merasa nyaman karena tidak mengekang sehingga saya bisa melakukan aktivitas kedua-duanya, baik yang ada di kampus maupun pondok,” urai Mahasiswa Jurusan PPKn Universitas Negeri Surabaya ini.

Mahasiswa yang menjadi santri di Ponpes Bureng berasal dari berbagai daerah seperti Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Lamongan, Bojonegoro dan sebagainya. Selain dari luar kota ada juga yang dari dalam kota Surabaya sendiri.

“Ada salah satu teman organisasinya yang asli Surabaya yang ikut mondok karena sebelumnya tidak ada basic pesantren dan ingin merasakan bagaimana kehidupan di pesantren itu,” pungkas mahasiswa semester 6 ini. (ian/lan/bersambung)

Lihat juga video 'Semua Penonton Bioskop Disalami, Anekdot Gus Dur Edisi Ramadan (18)':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO