Magnet Habib Ahmad Bin Ismail Alaydrus, Sang Habib Nusantara

Magnet Habib Ahmad Bin Ismail Alaydrus, Sang Habib Nusantara Penulis bersama Habib Ahmad Bin Ismail Alaydrus.

Oleh : Firman Syah Ali*

Pertama Kali saya berjumpa Habib Ahmad Bin Ismail Alaydrus pada tahun 2016 lalu di Majelis Ratib beliau di Kawasan Tapos Bogor. Waktu itu saya hadir Maulid Akbar diajak oleh kakak ipar beliau, Habib Usman Arsal Alhabsyi Jakarta. Tak disangka sesampainya di Tapos saya malah bertemu senior idola saya, budayawan nasional Satro Ngatawi. Bahkan ajudan kesayangan Gus Dur ini tampil sebagai pembawa acara.

Baca Juga: Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas

Saya juga bertemu ulama-ulama besar madura, di antaranya KH Fahrillah Aschal, yang duduk di sebelah saya persis. Saya juga bertemu ksatria GMNU Moch Zain, yang tau-tau berdiri senyam-senyum di dekat pintu gerbang.

Luar biasa magnet Habib yang satu ini, tokoh-tokoh besar dan hebat ternyata tabarukan ke beliau. Dalam bayangan saya, posturnya tegap penuh wibawa dan bicaranya sangat serius. Ternyata ketika beliau keluar menemui hadirin, ketawa-ketawa terus, tidak ada seriusnya. Subhanallah, jadi teringat mendiang Gus Dur.

Bertemu untuk kedua kalinya kemarin waktu saya menghadiri haul ke-6 Bapak Indar Parawansa (suami Gubernur Khofifah Indar Parawansa). Saat bersalaman dengan hadirin yang lain, saya melihat ada mas Sastro di atas panggung. Tapi saya belum tahu kalau mas Sastro hadir mendampingi Habib Ahmad Alaydrus.

Baca Juga: Kenapa Gaya Jalan Khofifah sangat Cepat? Ini kata Pakar Bahasa Tubuh

Saya pun beramah-tamah dengan beberapa hadirin haul, antara lain KH Asep Saifuddin Halim Surabaya, Prof. KH. Ridlwan Nasir Surabaya, KH. Taufiqurrahman Saleh, KH. Hamid Mannan Pamekasan, KH. Mutham Sumenep, KH. Muchlis Bangkalan, Bacawali Dwi Astutik, Bacawali Lia Istifhama, Habib Ali Assegaf Jember, dll. Ketika sedang beramah-tamah, saya lihat di layar TV wajah yang tidak asing, yaitu Habib Ahmad Alaydura Tapos.

Hati langsung bergetar ingin segera mencium tangan dan wajah beliau. Dan Alhamdulillah begitu beliau turun panggung saya berkesampatan cium tangan dan cium wajah beliau. Kemudian Habib Ali Assegaf meminta kopyah saya dibuka, setelah kopyah saya buka, kepala saya ditiup oleh Habib Ahmad Alaydrus, Allahu Akbar, Terima Kasih Habib.

Tidak puas dengan itu semua, saya ikut antre hingga dini hari untuk bisa berbincang lagi dengan Habib Ahmad. Alhamdulillah, sekitar jam 2 pagi tiba antrean saya untuk bisa bertemu beliau lagi.

Baca Juga: Pada Era Gus Dur, Kiai Tak Cuek pada PBNU, karena Tak Alergi Kritik, Tak Gila Hormat

Prof Mas'ud Said menyuruh saya masuk "ayo monggo-monggo", saya antre bersama Ketua GP Ansor Jatim Gus Syafiq, Nyai Mahfudhoh Ali Ubaid Tambakberas dll.

Dalam kesempatan kedua ini, beberapa hadirin menyampaikan "ini keponakan Menkopolhukam Bib, Calon Wali Kota Surabaya", saya pun diminta duduk di sebelahnya, didoakan, kemudian sahabat saya Ustad Kornel meminta izin kepada Habib agar bisa foto bersama saya. Habib pun bersedia dan kami foto bersama. Padahal Habib merupakan orang yang selalu menolak diajak foto bersama.

Sungguh bahagia hati saya malam itu. Pertama telah turut ambil bagian dalam haul dan mendoakan orang wafat. Kedua, saya bertemu banyak tokoh dan sahabat dari berbagai penjuru. Ketiga, saya mendapat doa khusus dan air khusus dari Habib Ahmad Alydrus.

Baca Juga: Mengenal Tokoh Nahdliyin Inspiratif 2022: Khofifah, Perempuan Pertama yang Menjadi Gubernur Jatim

Siapakah Habib Ahmad Alaydrus yang sedang kita bicarakan ini?

Beliau merupakan keturunan dari Sayid Syeikh Al-Kabir Al Allamus Syahir Al Faqih As Sufi Nuruddin Ali (Shahib Surat-India W.1131 H) Bin Abdullah Bin Ahmad Bin Husain Bin Abdullah Bin Syeikh Bin Al Qutbul Rabbani Syeikh Abdullah Bin Abu Bakar Al Aydrus Ba’alawy.

Beliau merupakan sayid Aceh yang memimpin majelis ratib Habib Ahmad Alaydrus di Kampung Babakan Desa Cibedug Kec. Ciawi, Tapos-Bogor, Jawa Barat, sejak tahun 1420 H/1999 M.

Baca Juga: Merangkap Guru dan Entrepreneur, KH Asep Saifuddin Chalim Kiai Langka

Selama 19 tahun memimpin majelis tersebut, berbagai hambatan datang mulai dari difitnah sebagai seorang keturunan India, tidak boleh menggunakan speaker ketika membaca maulid, disantet, sampai diancam mau dibunuh. Alhamdulillah, semua dapat beliau lewati dengan penuh kesabaran dan akhlak yang mulia. Semoga ini menjadi teladan bagi sayid-sayid di Aceh dan Indonesia umumnya.

"Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati". (QS : Yunus :62).

*) Penulis adalah Bendahara Umum PW IKA PMII Jatim/Pengurus Harian PWLP Ma'arif NU Jatim

Baca Juga: Mengenang KH Ufi Biahdillah, Kiai yang Ditakuti Penjajah Belanda dan Tak Mempan Ditembak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO