KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Samirin (70), warga Desa Kedak, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari memecah batu kali.
Selama pandemi Covid-19 ini, Samirin harus tetap memecah batu, agar dapurnya tetap "ngebul". Meski, sehari hanya dapat uang Rp 10 ribu saja.
Baca Juga: Menko Marves Resmikan Bandara Dhoho, Pemkab Kediri Dorong Percepatan Sarpras Pendukung
Sebelum batu kali dipecah untuk dijadikan batu coral, bahan untuk mengecor bangunan, batu-batu kali sebesar sekepalan tangan orang dewasa itu diambil dari dasar sungai Kedak.
Setelah itu, pekerjaan memecah batu kali akan dimulai. Batu dipecah menjadi batu coral. Setelah terkumpul, biasanya sudah ada yang mengambil. Sungai Kedak yang hulunya berada di lereng Gunung Wilis itu, memang banyak batunya.
Kepada BANGSAONLINE.com, Samirin menceriterakan bahwa sejak pandemi corona ini, pendapatannya dari memecah batu kali menurun drastis. Sebelum pandemi, dia mengaku bisa memecah batu sebanyak 5 cikrak. Tapi saat ini hanya bisa 2 cikrak saja, karena permintaan batu coral memang turun, seiring dengan berhentinya proyek bangunan.
Baca Juga: Lewat FinFest 2024, OJK dan Pemkot Kediri Terus Tingkatkan Literasi Keuangan Masyarakat
"Selama 30 hari, saya hanya bisa memecah batu, sebanyak 60 cikrak. Jadi sehari hanya 2 cikrak saja. Satu cikrak dihargai Rp 5 ribu. Jadi kalau dapat 2 cikrak, saya sehari dapat uang Rp 10 ribu. Alhamdulilah bisa untuk menyambung hidup," kata Samirin, Selasa (23/6).
Menurut Samirin, dirinya dan beberapa warga Desa Kedak memang menggantungkan hidupnya dari pemecah batu kali. Meski selama pandemi corona, permintaan batu coral menurun, tapi dirinya harus tetap menekuni pekerjaaanya ini, agar keluarganya bisa tetap makan.
Semoga saja Samirin-Samirin yang lain, tetap bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19, yang belum diketahui kapan akan berakhir ini. (uji/dur)
Baca Juga: Juli 2024, Sektor Jasa Keuangan di Wilker OJK Kediri Terjaga dan Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News