SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Banyak sekali wanita mapan secara ekonomi bahkan memiliki jabatan tinggi. Sedang penghasilan sang suami jauh di bawahnya. Penghasilan sang istri Rp 300 juta tiap bulan, sedang suaminya hanya Rp 20 juta. Apakah sang suami tetap wajib menafkahi? Lalu berapa sang suami harus menafkahi?
“Suami tetap wajib memberi nafkah, kecuali istri tidak minta dan tidak mau,” kata KH Afifuddin Muhajir, ulama ahli ushul fiqh yang mengarang Kitab Fathul Mujibil Qorib kepada BANGSAONLINE.com, Jumat (21/9/2020).
BACA JUGA:
- Mbah Benu Minta Maaf, Bukan Telepon Allah, Netizen: Ngawur Mbah
- Bagikan Tafsir Al-Jailani, Khofifah Ajak GenZi Jadi Generasi yang Cinta dan Mengamalkan Quran
- Haramkan Maulidan dan Wayang, Nyali Ustad Wahhabi Ciut soal Miss Universe Asal Saudi
- Jangan Main-Main dengan Kata Kiblat, Ketahui Sejarah Perpindahannya yang Penuh Hikmah
Lalu berapa besaran nafkah atau belanjanya tiap hari? “Besar kecilnya nafkah tergantung kondisi ekonomi suami, terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok,” kata Kiai Afif – panggilan akrab Kiai Afifuddin Muhajir – yang juga Rais Syuriah PBNU itu.
Lantas bagaimana dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. “Tentang sandang, pangan, dan papan, standarnya bisa berpatokan kepada masyarakat lingkungannya,” tambahnya.
Meski demikian, menurut Kiai Afif, jika sang istri tidak mau dinafkahi, maka kewajiban suami menjadi gugur. “Bahwa suami berkewajiban menafkahi istrinya itu aturan formal fiqh. Bahwa istri tidak berkenan dinafkahi suaminya itu akhlak. Tak berkenan, maksudnya, ridlo (ikhlas) tidak dinafkahi,” kata Kiai Afif yang sehari-harinya Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.
Jadi, “Suami tetap punya kewajiban nafkah. Istri punya hak untuk membebaskan kewajiban suami,” katanya. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News