
KOTA BATU, BANGSAONLINE.com - Resonansi gelombang penolakan UU Cipta Kerja menjalar hingga ke penjuru negeri. Regulasi sapu jagat ini banyak menuai penolakan dari kalangan buruh karena dinilai melemahkan nilai tawar dan mereduksi hak-hak normatif buruh.
Gelombang penolakan juga disuarakan buruh-buruh di Kota Batu. Sebanyak 15 buruh yang mewakili seluruh pekerja perusahaan di Kota Batu akan mendatangi gedung DPRD pada Kamis besok (8/10).
Mereka lebih memilih menyampaikan aspirasinya ke pihak legislatif, dibandingkan menyuarakan tuntutannya dengan aksi turun jalan.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batu, Purtomo mengatakan, saat ini para buruh di Kota Batu masih jauh dari kata sejahtera. Ia berpendapat, munculnya produk hukum ini akan menyandera hak-hak buruh dan semakin mempertajam praktik eksploitasi kepada pekerja.
Pasalnya, UU itu menurutnya lebih berpihak kepada elit atau pengusaha, bukan buruh yang ekonominya berada di garis menengah ke bawah.
"Nantinya kami minta rekom kepada dewan bahwa UU ini kita tolak, banyak pasal-pasal yang hilang dari UU No 13 Tahun 2003," ujarnya, Rabu (7/10).
Menurut Purtomo, ada poin-poin krusial yang patut disoroti, yakni status pegawai tetap dihilangkan dan buruh kontrak diganti outsourcing. Purtomo mengatakan kondisi seperti itu mengembalikan kondisi buruh seperti pada zaman penjajahan Belanda.
"Kita kembali ke zaman Belanda. Kami imbau, dewan sebagai wakil rakyat menolak karena kita ini jadi korbannya DPR RI," tegasnya.
Lanjut Purtomo, disahkannya UU ini bisa memicu perselisihan industrial yang semakin meruncing antara pekerja dan pemberi kerja. Karena pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan sudah banyak terjadi, bahkan sebelum adanya UU ini.
"Masih banyak buruh yang gajinya telat hingga 8 bulan di Kota Batu. Jika UU ini diterapkan, kondisinya akan semakin sulit untuk buruh. Dengan adanya UU ini, tidak mengapresiasi semua lini, dia hanya sepihak, sebatas pengusaha. Kaum pekerja bagaimana?," terangnya.
UU Cipta Lapangan Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law. Pengesahan RUU Cipta Lapangan Kerja tersebut akan berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah.
Meski pembahasan klaster ketenegakerjaan sempat ditunda untuk menyerap aspirasi buruh, namun UU yang telah disahkan tetap memuat berbagai pasal yang bisa memangkas hak pekerja. Salah satunya upah minimum kota (UMK) serta upah minimum sektoral kota (UMSK). (asa/rev)