MAJALENGKA, BANGSAONLINE.com - Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur pulang kampung ke Leuwimunding Majalengka, Jawa Barat. Biasanya Kiai Asep mudik Idul Fitri beserta semua anggota keluarganya, namun tahun ini terhalang pandemi Covid-9. Kiai Asep baru sekarang bisa pulang ke kampung halamannya.
Kiai Asep pulang kampung bersama istri tercintanya, Nyai Hj Alif Fadlilah. Dari sembilan putra-putrinya hanya Muhammad Al-Barra (Gus Bara) dan adiknya Gus Hasmi yang ikut. Gus Bara adalah putra tertua yang kini jadi Wakil Bupati Mojokerto.
Baca Juga: Tingkatkan Mutu Pendidikan, Ponpes Amanatul Ummah Ubah Sistem Pembelajaran
Namun Kiai Asep tampak heran ketika silaturahim dengan warga kampungnya. Ternyata banyak sekali anak putus sekolah di kampung halamannya. Ia menyebut ada murid sudah kelas IX berhenti sekolah. Ada juga yang kelas VIII dan VII berhenti dan seterusnya.
“Padahal sekolahnya gratis,” kata Kiai Asep dalam acara silaturahim di Gedung Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka. Kiai Asep memang mengratiskan semua murid di sekolah yang didirikan di kampung halamannya.
Kiai Asep minta agar para guru bekerja lebih keras untuk memajukan Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah 02. Ia minta para guru bisa mengantar anak-anak didiknya berprestasi dan mengantar ke perguruan tinggi. Kiai Asep menarget ada tiga siswa Madrasah Aliyah Amanatul Ummah 02 diterima di Fakultas Kedokteran, di samping berbagai fakultas lain.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
“Soal biaya dipikirkan nanti,” kata Kiai Asep yang mengaku akan menanggung separuh biaya kuliahnya.
Kiai Asep lalu menceritakan pengalaman pahitnya ketika masih kecil. Namun ia tetap punya tekad membara untuk menuntut ilmu. Menurut dia, saat ditinggal wafat abahnya, KH Abdul Chalim, ia tak bisa melanjutkan sekolah karena tak ada yang membiyai. Saat itu ia duduk di bangku SMA.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
“Akhirnya saya mengembara,” kata Kiai Asep. Ia pergi dari daerah ke daerah untuk mencari orang yang bisa memberikan pekerjaan dan makan agar bisa tetap belajar dan membaca. Ia mengaku membawa tas yang beratnya sekitar 30 kg. Isinya kamus bahasa Inggris dan bahasa Arab, di samping pakaian.
Ternyata tak gampang mencari orang yang bisa menerima dan memberi makan. Sampai akhirnya ia kembali lagi ke Surabaya dan Sidoarjo. Karena semangat untuk mencari ilmu terus membaja ia akhirnya menjadi kuli bangunan.
“Saya menjadi kuli bangunan selama dua bulan agar bisa mendapatkan uang untuk daftar kuliah,” tuturnya. Bahkan sebelumnya ia sempat mau jual rokok di terminal Joyoboro Wonokromo Surabaya. Namun ia batalkan karena malu takut ketemu teman-teman sesama siswa SMA-nya.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
Saat itu ia juga mengaku tak punya ijazah SLTA. “Saya pakai ijazah swasta, buat sendiri di pondok,” kata Kiai Asep disambut tawa yang hadir. “Karena buat sendiri nilainya 9 semua,” tambahnya.
Namun saat ujian masuk kuliah ia paling banyak materi ujinya. “Karena ijazahnya swasta,” katanya. Meski demikian Kiai Asep bisa menjawab semua karena memang dikenal pintar.
Namun meski sudah berstatus mahasiswa Kiai Asep tak ada yang mau dimakan. “Apa yang mau dimakan besok belum tahu,” katanya. Ia mengaku berkali-kali jatuh karena kelaparan. Namun ia tak pernah menyerah. Ia punya cita-cita besar.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
“Kalau anak-anak bapak dan ibu soal makan kan tak ada masalah, yang mau dimakan kan sudah ada,” kata Kiai Asep memberikan motivasi. “Bahkan sekolah gratis,” tambahnya.
Karena itu Kiai Asep minta agar kesempatan belajar gratis itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
Dalam acara itu teman-teman semasa kecil Kiai Asep hadir. Ada juga teman satu sekelas waktu SD yang kemudian jadi kepala desa.
Namun dari sekian teman-temannya itu Kiai Asep terbilang paling sukses, baik secara ekonomi, akademik maupun ketokohan. Kiai Asep selain kaya raya juga mencapai prestasi akademik tertinggi, menjadi guru besar, dan sukses mendirikan pondok pesantren Amanatul Ummah yang santrinya mencapai 12.000 orang.
Kiai Asep membawa mobil truk berisi beras dan sarung untuk dibagikan kepada warga kampungnya. Selain itu Kiai Asep juga membagi-bagikan uang.
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
Kiai Asep pulang kampung sejak Sabtu (26/6/2021). Ia baru kembali hari ini, Senin (28/6/2021) ke Surabaya dan Pacet Mojokerto.
Di kampung halamannya, Kiai Asep menghadiri tiga acara. Yaitu silaturahim dengan warga kampung yang digelar di Gedung Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah Leuwimunding Majalengka. Lalu pertemuan dengan dengan para pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Majalengka.
Pada siang harinya Kiai Asep menggelar pertemuan dengan pengurus Pergunu Jawa Barat di kediamannya yang luas di Kampungampel Indramayu Jawa Barat. Hadir Ketua PW Pergunu Jawa Barat Dr Saefullah dan Bendahara Pergunu Pusat, Habiburrohman (Gus Habib). Dalam acara itu Gus Bara memberikan pemaparan, di samping Kiai Asep dan Saefulloh. Acara ini dihadiri para ketua Pengurus Cabang Pergunu kota dan kabupaten.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Dr Saefullah saat memberikan sambutan juga sempat menyinggung soal rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Jawa Barat. “Jawa Barat masih memiliki masalah dalam pendidikan karena rata-rata lama sekolah (RLS) baru 8,3 tahun atau belum tamat SMP/MTs,” katanya.
Ia mengutip data BPS Jawa Barat. Berdasar data BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2020 Mencapai 72,09 dan penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,55 tahun (hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang kelas IX), lebih lama 0,18 tahun dibandingkan tahun sebelumnya. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News