Tafsir Thaha 63-64: Musa A.S. Pendatang Pemberani

Tafsir Thaha 63-64: Musa A.S. Pendatang Pemberani Ilustrasi Nabi Musa.

Penyelesaian qira’ah nomor dua, “wa al-muqimin” menggunakan ‘amil berupa Fi’il yang dibuang sehingga arah kalam menjadi ikhtishah dan kata itu berpisisi sebagai “al-maf’ul bih”. Jadinya, wa akhussu “al-muqimin al-shalah”. Tafsirnya, pelaksana shalat menjadi lebih diperhatikan dalam konteks ini ketimbang yang lain.

Penyelesaian polemik nomor tiga, “wa al-shabi’un” cukup bervarian. Mudahnya, kata tersebut didekati dengan tehnik “fashl”, terpisah dari deretan isim INN yang manshub, lalu dijadikan al-mubtada’ (marfu’) yang khabarnya makhdzuf atau diambil lebih dini dari kalimat “fa La Khauf ‘alihim..”. Lengkapnya “wa al-shabi’un La khauf ‘alihim”.

Sedangkan problem pertama sebagai mana tertera pada ayat kaji ini adalah, bahwa, qira’ah masyhurah riwayat Hafsh adalah “IN” (mukhaffafah), maka kata Hadzani tetap marfu’ dan itu wajar-wajar saja. Artinya, “tidaklah Musa dan Harun melainkan dua tukang sihir”, begitu tuduhan mereka.

Ada berperbedaan antara ta’bir pakai “in” nafiyah yang khabarnya pakai Lam “taukid, ibtida’” dan yang tidak. Jika disebutkan “in anta LAshadiq”, maka maknanya, anda orang jujur beneran. Jika dikata: “in anta shadiq” (tanpa LA..), maka anda bukan orang jujur. “in hadzani lasahiran”, berarti keduanya adalah tukang sihir. Itu tuduhan Fir’aun and kroni terhadap nabi Musa A.S. dan nabi Harun A.S.

Soal bacaan “inn” (musyaddadah, tsaqilah) sementara kata “hadzani” tetap marfu’ (inn Hadzani lasahirani), hal itu karena kata :”INN” bermakna “na’am”, artinya “Ya, benar demikian”sebagai tesis pembenaran. Lughah demikian sering dipakai dalam tradisi bahasa arab kuno, meski jarang.

Sayyiduna Alie ibn Abi Thalib K.Wjh. meriwayatkan: “Saking seringnya, saya tidak bisa menghitung berapa kali saya mendengar Rasulullah SAW berpidato di atas minbar dengan mengatakan: “INN al-HamDU Lillah, nahmaduh wa nasta’inuh…”. Kata al-Hamd dibaca dlammah, marfu’.

Hal itu karena beliau masih berpegang pada tradisi bahasa arab lama yang masih eksis meski kurang populer, bahwa : INN bermakna “NA’AM” (“YA”, mengiYAkan tesis sebelumnya, baik tersurat maupun yang tersirat, bukan sebagai ‘amil atau huruf taukid, tanshib al-ism wa tarfa’ al-khabar). Kemudian beliau menandaskan, :” .. ana afshah quraisy kulliha..”. Aku orang Quraisy yang paling fashih. (al-Jami’ Li ahkam al-qur’an, Li al-imam al-Qurthubi :11/p.218).

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik HARIAN BANGSA, dan Pengajar di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO