Dahlan Iskan Jadi Disertasi Doktor

Dahlan Iskan Jadi Disertasi Doktor Dahlan Iskan

Ternyata Windy sudah lama beralih dari spa ke pendidikan kecantikan. Khususnya kulit wajah. Padahal spa-nyi dulu sangat terkenal: Pacific.

Rupanya spa itu sudah diserahkan ke anak-anaknyi.

Windy lantas mengembangkan PIBI (Pacific International Beauty Institute). Bekerja sama dengan lembaga serupa di Zurich dan London.

Ketika Covid datang Windy kesulitan membuka kelas kecantikan. Maka dia buka kelas zoom. Laris. Dia pun menemukan banyak peluang di pendidikan jarak jauh itu.

Maka Windy menciptakan modul elektronik untuk pendidikan kecantikan.

Meski secara online, Windy tetap bisa menerapkan pendidikan meka kognitif. Itulah keunggulan teknologi modul yang dia buat.

Windy membagi pendidikan kecantikan itu menjadi lima tingkat. Dia tidak membuka kelas untuk tingkat satu. Paling rendah tingkat 2. Sampai tingkat 5. Dia tidak punya kelas untuk sampai tingkat 6 dan 7. Peminatnya sangat terbatas.

"Rias wisuda itu tingkat 2. Rias pengantin itu tingkat 3," ujar Windy. Untuk tingkat 5 siswa Windy dari berbagai negara. "Ini untungnya online. Saya punya siswa sampai Karibia," ujar Windy.

Windy punya modul lengkap untuk semua tingkatan tadi. E-modul. Termasuk sistem ujiannya. "Waktu ujian siswa harus pakai dua kamera," katanya. Kamera depan untuk melihat wajah peserta ujian. Kamera samping untuk melihat apakah benar siswa itu sendiri yang mengerjakan.

Pengajar di PIBI dia wajibkan bisa mengajar meka kognitif. Misalnya untuk pengajaran kulit wajah. Siswa tiap hari harus memotret dua wajah. Yang bisa di-zoom. Agar dari foto itu bisa dilihat kulit wajah secara detail. Lalu siswa harus menyertakan data si pemilik kulit. Ia/dia makan obat apa saja. Pakai krim apa saja.

Siswa lantas diminta menyampaikan analisis: mengapa kulit wajah yang ia/dia foto seperti itu.

Dari itu siswa akan tahu apa saja yang dilarang untuk dipakai merawat kulit wajah.

Windy mendapat ilmu kecantikan terbanyak dari mamanyi sendiri: wanita Tionghoa kelahiran Sichuan. Ketika kawin dan tinggal di Solo mamanya berganti nama dengan Ratna Dewi. Mama Windy belajar kecantikan sampai Hong Kong dan Jepang.

Semua pengajar kecantikan di BIPI harus berorientasi ke meka kognitif. "Bisa menyebut nama-nama ikan itu kognitif. Siswa tidak boleh hanya bisa menghafal. Harus bisa menjawab mengapanya," kata Windy.

"Siswa kami harus bisa menguasai lima dimensi kompetensi," katanya. "Tahu nama barang, bisa mengambil dan meletakkan barang itu secara benar, itu baru dimensi satu," katanyi. "Bisa membuat rencana, mengerjakan rencana itu dimensi kedua," tambahnyi.

Sedang mengetahui apa yang harus dilakukan dalam keadaan kritis, itu sudah dimensi tiga. "Dimensi empat adalah bisa melakukan transfer skill".

Windy tidak berhenti belajar. Dia selalu ingat profesor wanita dari Harvard yang dia kenal. Katanyi: terus belajar dan menularkan pengetahuan itulah kunci untuk membuat otak dan fisik tidak lumpuh.

Saya akan hadir di acara pengukuhan gelar doktor Windy hari ini. Promotor Windy adalah Prof Dr Mustaji MPd dan Dr Fajar Arianto SPd MPd.

Windy terus belajar, pun di usia 77 tahun. Sampai dapat gelar doktor.

Windy juga terus mengajar. Tidak ada yang memensiunkan di lembaga pendidikan milik sendiri.

Universitas Negeri Malang (UM) juga tambah doktor kemarin: Evi Winingsih. Saya juga hadir bersama Dekan Dr Ahmad Yusuf Sobri. Tentu juga promotor Evi, Prof IM Hambali. Setelah itu berkuliah umum bersama Wakil Rektor 3 UM Dr Ahmad Munjin Nasih.

Mengapa Evi tidak ditulis panjang seperti Windy?

Sebetulnya disertasi Dr Evi tidak kalah menarik. Namun judul disertasi itu membuat saya tidak berkutik: Model Psikoedukasi bermuatan nilai hidup Dahlan Iskan untuk meningkatkan career decision self efficacy siswa SMA. Saya jadi sungkan sendiri. (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO