Pembunuh Satu Keluarga di Kediri Divonis Mati

Pembunuh Satu Keluarga di Kediri Divonis Mati Terdakwa pembunuhan satu keluarga di Dusun Gondanglegi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, saat mengikuti sidang. Foto: MUJI HARJITA/BANGSAONLINE

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Yusa Cahyo Utomo (36), pelaku pembunuhan satu keluarga di Dusun Gondanglegi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Putusan dibacakan dalam sidang pada hari ini, Rabu (13/8/2025).

Terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang mengatur bahwa pelaku pembunuhan dengan rencana dapat dijatuhi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara.

Majelis Hakim yang diketuai Dwiyantoro, dengan anggota Sri Hariyanto dan Divo Ariyanto, menyatakan bahwa vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri.

Dalam pertimbangannya, hakim menyebut tindakan terdakwa sangat keji dan tidak berperikemanusiaan, menyebabkan 3 orang tewas termasuk seorang anak kecil, serta menimbulkan trauma mendalam di masyarakat.

"Yang memberatkan adalah terdakwa melakukan perbuatannya dengan sengaja, terdakwa pernah dihukum dan tidak ditemukan hal yang meringankan," kata Majelis Hakim.

Selain Pasal 340 KUHP, Yusa juga dinyatakan melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Aksi brutal tersebut menyebabkan empat korban, tiga di antaranya meninggal dunia.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati," ucap Ketua Majelis Hakim.

Dalam sidang terungkap, motif pembunuhan berawal dari masalah utang. Terdakwa sempat meminta bantuan kepada kakaknya untuk meminjamkan uang, namun ditolak dan justru diingatkan soal utang lama sebesar Rp2 juta, yang mana memicu kemarahan terdakwa hingga memukul korban.

Peristiwa tragis itu terjadi pada Kamis (5/12//2024), dan mengguncang warga Dusun Gondanglegi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. 

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Moh. Rofian, menyatakan banding atas putusan tersebut. Ia menilai tidak ada bukti kuat bahwa pembunuhan dilakukan secara terencana.

"Alat berupa palu yang digunakan bukan dibawa dari rumah, tetapi berada di lokasi, tepatnya di bawah 'lincak' yang juga merupakan tempat penyimpanan alat kerja milik ayah terdakwa, yang juga ayah korban. Jadi tidak ada persiapan sebelumnya," paparnya.

Ia juga menyayangkan tidak dihadirkannya ahli forensik dan psikologi forensik dalam persidangan, "Padahal, itu seharusnya menjadi pertimbangan."

Rofian mempertanyakan unsur perencanaan dalam kasus ini, "Kalau dia berencana membunuh, mengapa yang dipilih palu, bukan pisau? Hal ini tidak dipertimbangkan."

Di akhir sidang, Yusa yang tampak pasrah menyampaikan pesan terakhir kepada awak media. Ia mengaku siap menerima konsekuensi atas perbuatannya, namun memiliki satu harapan.

"Kalau saya diberikan hukuman seperti ini, memang saya konsekuensi. Saya berpesan di akhir hidup saya, ingin mendonorkan organ saya kepada orang lain yang masih berfungsi," ujarnya. (uji/mar)