Tanya-Jawab Islam: Menasihati Teman untuk Tidak Dijadikan yang Kedua, Salahkah?

Tanya-Jawab Islam: Menasihati Teman untuk Tidak Dijadikan yang Kedua, Salahkah? Dr. KH. Imam Ghazali Said.

“dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(Qs. Al-Nisa’:03)

Semua percaya dengan ayat di atas itu pasti benar dan boleh dilakukan oleh setiap laki-laki. Namun, orang timur seperti kita biasanya masih melihat dari tujuan pernikahan itu apa, apa benar sakinah, mawaddah, wa rahmah itu akan tercapai dengan pernikahan-pernikahan selanjutnya, terutama pernikahan pertama. Maka firman Allah pada surat al-Rum ayat 21 perlu juga diperhatikan.

“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Al-Rum:21)

Proses izin dari istri pertama memang tidak diwajibkan bagi laki-laki yang ingin menikah lagi alias berpoligami. Tapi pertanyaannya, apakah sikap menikah lagi tanpa memberi kabar kepada istri pertama masih bisa memberikan tujuan pernikahan “sakinah, mawaddah wa rahmah” bagi pernikahannya dengan istri pertama? Maka, jika tujuan pernikahan ini tidak bisa direalisasikan kecuali dengan izin dan memberikan kabar, maka memberi tahu dan izin menjadi sebuah keharusan.

Kata “adil” pada ayat di atas memiliki arti juga suami mampu merealisasikan “sakinah mawaddah wa rahmah” pada pernikahan pertama dan juga pernikahan-pernikahan selanjutnya. Biasanya, pernikahan pertama menjadi diabaikan dan hanya peduli dengan pernikahan kedua ketiga dan selanjutnya. Dan ini tidak dibenarkan di dalam agama.

Nasehat yang Ibu sampaikan kepada kawan Ibu itu benar dan tidak berdosa. Artinya memberikan sikap hati-hati agar jangan sampai pernikahannya itu hanya dibuat main-main saja oleh laki-laki tersebut. Sebenarnya ada nasehat yang lebih tepat untuk disampaikan kepada kawan Ibu, yaitu “Apakah istri pertamanya sudah menyetujuinya?” bukan meminta laki-laki itu untuk menceraikan istri pertamanya.

Maka, nasehat Ibu itu bukan merupakan dosa. Bisa jadi yang Ibu sampaikan adalah sikap waspada agar tidak terjadi kekecewaan di kemudian hari. Pengalaman hidup orang lain, tetangga atau masyarakat umum perlu juga menjadi cermin kehidupan sehingga tidak jatuh pada lubang yang sama, pada masalah yang sama. Semoga Allah melindungi Ibu dan kawan Ibu semoga diberikan jalan keluar terbaik dalam kehidupannya. Amin. Wallahu a’lam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO